Bermula dari Bahasa Pergaulan

Para pakar menyimpulkan, bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.

oleh Yus Ariyanto diperbarui 15 Des 2014, 21:22 WIB
Para pedagang Portugis bertemu penduduk setempat di Nusantara (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - 1578. Spanyol mengirim surat ke buat Sultan Brunei. Dua surat disiapkan; satu berbahasa Tagalog, satu lagi dalam bahasa Melayu.

Pengeran Salila, saat membuka surat berbahasa Tagalog, segera merobek-robeknya.  “…mengejek dan bergurau bahwa surat itu ditulis dalam bahasa Portugis—mungkin karena suku kata bahasa Tagalog mempunyai ciri berlekuk-lekuk seperti tulisan Portugis…” tulis James Collins dalam buku Bahasa Melayu, Bahasa Dunia.  

Saat melihat surat berbahasa Melayu, paman Sultan Brunei tersebut membawanya ke sang kemenakan. Collins melanjutkan, “...hanya bahasa Melayu-Jawi yang dianggap sesuai untuk diajukan kepada raja…”

Beberapa tahun sebelumnya, catat  Collins, Gubernur Portugis di Maluku, Antonio Galvao (bertugas dari 1536 – 1539) menulis dalam laporannya, "Sekarang ini Bahasa Melayu telah menjadi mode; kebanyakan dari mereka [masyarakat Maluku Utara] menggunakannya dan mengembangkan dirinya dengan bahasa itu di seluruh daerah mereka, seperti halnya bahasa Latin di Eropa."

Dua catatan di atas membuktikan, bahasa Melayu telah menjadi “bahasa pergaulan” di wilayah Nusantara. Bahkan, di Asia Tenggara. Bahasa Melayu menjadi lingua franca atau bahasa yang mempersatukan berbagai suku bangsa atau etnis.

Para pakar menyimpulkan, bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang ditunjukkan adalah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 (Jambi).


Tak Kenal Hierarki Bahasa

Pada masa kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa pelajaran agama Budha.  I Tsing, musafir Tiongkok yang bertahun-tahun belajar agama Budha di Sriwijaya, diketahui menggunakan bahasa Kwu'un Lun yang tidak lain adalah bahasa Melayu Kuno.

Lebih jauh, Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang memiliki armada perkapalan untuk kepentingan perdagangan antarpulau. Warga kerajaan itu menjelajah ke pelosok Nusantara dan memakai bahasa Melayu untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat. Termasuk, ke Pulau Jawa.

Bukti yang ditemukan adalah sebuah prasasti di daerah Kedu, Jawa Tengah, yang terkenal dengan nama Inskripsi Gandasuli yang berangka tahun 832, yang menggunakan bahasa Melayu Kuno. Bukti lain adalah adanya dialek bahasa Melayu di berbagai daerah Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, dialek Melayu Jakarta, atau dialek Melayu Kupang.

Bahasa Melayu mudah diterima sebagai lingua franca oleh masyarakat Nusantara diyakini karena bahasa Melayu tak mengenal tingkat tutur. Berbeda dengan bahasa Jawa, misalnya, yang mengenal Kromo Inggil (bahasa Jawa 'halus') dan Ngoko (bahasa Jawa ‘kasar’).

Dalam perkembangannya, bahasa Melayu juga dipengaruhi corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.

Dalam artikel berjudul “Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia,” Adi Budiwiyanto mencatat, jika melihat jumlah entri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat yang dirilis 2008 yang memuat 90.049 entri, bahasa daerah hanya memberikan kontribusi sekitar 3,99% dalam kosakata bahasa Indonesia.

Dilihat dari sebaran kontribusi, bahasa Jawa menempati urutan teratas dalam kontribusi terhadap pengembangan kosakata bahasa Indonesia, yakni sebesar 30,54 %. Lalu, disusul bahasa Minangkabau (25,59%), Sunda (6,14%), Madura (6,09%), Bali (4,21%), Aceh (3,08%), dan Banjar (2,75%).


Penuturnya 300 Juta

Sementara itu, di urutan bawah umumnya ditempati bahasa di sebelah timur Indonesia, terutama wilayah Papua. “Dari fakta tersebut, terlihat bahwa bahasa yang  secara geografis terletak di wilayah barat Indonesia lebih banyak memberikan kontribusi kosakata daripada bahasa di wilayah timur meskipun dari segi jumlah bahasa, di wilayah timur lebih banyak daripada di wilayah barat,” tulis Adi.

Bahasa Melayu terus berkembang. Makin banyak penuturnya. Sampai akhirnya, dalam Kongres Pemuda II, dijadikan bahasa persatuan kalangan bumiputera di Hindia Belanda. Namanya menjadi Bahasa Indonesia.

Dalam Kongres Bahasa Indonesia I pada 1939 di Solo, Jawa Tengah, Ki Hajar Dewantara mengungkapkan, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia".

Pada masa kini, bahasa Melayu merupakan bahasa yang resmi dipakai di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Di Indonesia, bahasa Melayu disebut sebagai bahasa Indonesia, dan di Malaysia, bahasa Melayu disebut sebagai bahasa Melayu atau bahasa Malaysia.

Seperti dikutip dari buku Bahasa Melayu, Bahasa Dunia, lebih dari satu juta penutur bahasa Melayu berada di Thailand. Minoritas penutur bahasa Melayu juga terdapat di Myanmar, Sri Lanka, Australia, dan Belanda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa penunjang dalam pendidikan agama Islam di Kamboja dan Vietnam.

Bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung di ujung barat Papua Nugini. Serta dipakai sebagai lambang tradisi komunitas Melayu di masyarakat Afrika Selatan. Di masing-masing tempat, ada cukup banyak kata yang berbeda pemakaian. Kata "budak", misalnya. Di Malaysia, "budak" bermakna "anak-anak." Di Indonesia, meski KBBI juga menyajikan makna demikian, lebih dimaknai sebagai "hamba sahaya."

Diperkirakan penutur bahasa Melayu berjumlah lebih dari 300 juta jiwa di seluruh. Merupakan bahasa kelima dalam jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia setelah bahasa Mandarin, bahasa Inggris, bahasa Hindi-Urdu, dan Spanyol. Ini memang bukan sembarang bahasa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya