Mata Uang Dunia Jatuh, BI Bantah Terjadi Krisis Kecil

Bank Indonesia menegaskan, kondisi ekonomi sekarang berbeda dengan 1998 dan 2008 sehingga masyarakat diimbau tak usah khawatir.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Des 2014, 20:02 WIB
Ilustrasi mata uang sampah di dunia (Foto: therichest.com)

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian dunia sedang terombang ambing akibat nilai tukar mata uang di sejumlah negara yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Dari berbagai faktor eksternal yang memicu gejolak tersebut, Rusia menjadi salah satu biang kerok karena kebijakan penyesuaian suku bunga acuan sebesar 17%.

Bank Indonesia (BI) membantah jika kondisi ini sebagai krisis kecil yang melanda dunia meskipun Bank Sentral harus turun tangan melakukan intervensi di pasar valas.   

"Nggak lah (krisis). Kondisinya pun jauh dengan 1998 dan 2008. Sekarang memang ada gejolak, tapi nggak usah khawatir," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (17/12/2014).

Menurut Mirza, posisi cadangan devisa (cadev) saat ini mendekati US$ 111 miliar dan dianggap masih aman untuk perekonomian Indonesia. Jumlah cadev tersebut cukup membiayai 6 bulan impor.

"Memang cadev negara tetangga lebih baik dari kita, seperti Thailand US$ 153 miliar dan Malaysia US$ 124 miliar. Rasio cadev terhadap PDB, Indonesia 13,5 persen, Thailand 41,1 persen dan Malaysia 38 persen," jelas dia.

Lebih jauh Mirza mengatakan, untuk meningkatkan cadev, pemerintah harus menggenjot ekspor dan mengurangi impor, termasuk ekspor tenaga kerja dan meningkatkan basis wisatawan mancanegara (wisman).

"Presiden Joko Widodo menargetkan kunjungan wisman naik menjadi 25 juta orang, dan ini adalah langkah benar untuk menaikkan cadev," cetusnya.

Kata dia, depresiasi rupiah secara year to date sebesar 4,15 persen, jauh dibandingkan mata uang Rubel Rusia yang terpental jauh 48,8 persen. Namun masih kalah dibanding mata uang Filiphina yang melemah 0,64 persen, Thailand 0,72 persen.

"Filipina punya neraca transaksi berjalan surplus. Jadi kalau mau rupiah stabil, tingkatkan ekspor dan kurangi impor karena kurs mencerminkan fundamental kita," pungkas Mirza. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya