Terapi Berbasis Pain dan Pleasure yang Tidak Efektif

Yang klien ini tidak tahu, kepercayaan tersimpan di pikiran bawah sadar, bukan di pikiran sadar. Untuk itu ia perlu tahu sifat, cara kerja,

oleh Liputan6 diperbarui 18 Des 2014, 19:00 WIB
Banyak orang yang masih salah mengerti mengenai kondisi trance atau hipnosis. Menurut mereka trance adalah suatu kondisi yang diciptakan

Liputan6.com, Jakarta Di berbagai buku yang pernah saya baca dan seminar yang pernah saya ikuti selalu ada pernyataan bahwa secara psikologis manusia bergerak menjauhi pain (rasa sakit) dan mendekati pleasure (rasa senang). Pain dan pleasure adalah dua pengendali utama dalam hidup manusia.

Dari hasil pembelajaran saya lebih lanjut, khususnya dalam konteks tekonologi pikiran, ternyata pemahaman ini ada pada dua tataran, pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Dua pikiran ini memaknai pain dan pleasure secara sangat berbeda.

Pikiran sadar memaknai pain sebagai segala sesuatu yang menimbulkan rasa tidak nyaman baik secara fisik maupun di hati (emosi). Misalnya, saat udara sedang panas, perut sedang lapar, tubuh lagi sakit, mengalami emosi-emosi negatif seperti marah, jengkel, terluka, benci, dll, maka ini semua dimaknai sebagai pain oleh pikiran sadar.

Sebaliknya, semua yang menimbulkan atau menyebabkan rasa nyaman, senang, enak, bahagia, baik di aspek fisik maupun hati, oleh pikiran sadar dimaknai sebagai pleasure.

Pemaknaan pain dan pleasure oleh pikiran bawah sadar sangat berbeda. Pain, menurut pikiran bawah sadar, adalah segala sesuatu yang ia tidak kenal. Sedangkan pleasure adalah segala sesuatu yang ia kenal. Pemaknaan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan rasa sakit atau senang secara fisik atau hati.

Segala sesuatu yang dikenal oleh pikiran bawah sadar, walau itu sebenarnya menyakitkan, menurut pikiran sadar, adalah pleasure atau rasa senang. Contohnya, ada seorang wanita yang telah menjalin relasi selama bertahun-tahun dengan seorang pria yang kasar dan sering melakukan kekerasan fisik, mental, dan verbal. Namun ia tidak berani memutuskan relasi ini. Secara sadar ia tahu bahwa pasangannya sering menyakiti dirinya. Namun mengapa ia tidak berani memutuskan untuk mengakhiri relasi ini?

Jawabannya sangat sederhana. Pikiran bawah sadarnya memaknai relasi ini sebagai pleasure karena ia (pikiran bawah sadar) kenal. Saat ditanya alasan mengapa ia tidak juga kunjung memutuskan hubungan yang oleh semua rekan atau keluarganya dinilai tidak baik dan merugikan dirinya, ia menjawab, “Ya kalau putus dengan yang ini saya bisa dapat pasangan yang lebih baik. Kalau dapat yang lebih buruk bagaimana?”

Dan sesuai dengan hukum pikiran, pikiran bawah sadar mengendalikan 90 persen diri manusia sedangkan pikiran sadar hanya 10 persen. Jadi, apa pun yang dipilih oleh pikiran bawah sadar selalu menang dan menentukan setiap pikiran, ucapan, dan tindakan seseorang. Dan salah satu fungsi pikiran bawah sadar adalah melindungi individu dari segala hal yang ia, pikiran bawah sadar, pikir, rasa persepsikan, bayangkan, atau yakin merugikan individu.

Sekarang, kembali pada judul artikel ini. Pemahaman yang kurang tepat tentang pain dan pleasure ini ternyata telah menyusahkan banyak orang. Salah satunya klien yang dengan menggunakan pemahamannya yang salah, tentang pain dan pleasure, berusaha melakukan perubahan diri.

Klien ini ingin mengubah kepercayaan (belief) yang menghambat kemajuan dirinya, khususnya di aspek finansial. Beberapa kepercayaan menghambat yang ingin ia ganti antara lain cari uang itu susah, uang adalah sumber masalah, uang adalah akar kejahatan, orang kaya itu jahat, uang bisa merusak moral seseorang.

Saya menghargai keinginannya untuk berubah. Saya sangat menghargai upaya sungguh-sungguh yang ia lakukan untuk berubah. Dan yang membuat saya agak kaget sampai geleng-geleng kepala adalah teknik yang ia gunakan ternyata, secara teknis, salah. Itu sebabnya ia tetap tidak bisa berubah dan akhirnya minta jumpa saya.

Apa yang ia lakukan? Ternyata ia menggunakan pemahaman pain dan pleasure di pikiran sadar untuk berubah. Ia menuliskan kepercayaan yang ingin ia ubah dan kepercayaan penggantinya. Misal, kepercayaan “uang adalah sumber masalah” diganti dengan “uang bisa membantu saya mencapai yang saya inginkan”.

Klien ini juga melakukan pengecekan ke dalam dirinya untuk mengetahui seberapa yakin ia akan kebenaran kepercayaan menghambat ingin ia ganti. Ia menggunakan skala 1 sampai 10. Semakin tinggi angkanya berarti ia semakin yakin. Kepercayaan “uang adalah sumber masalah” mendapat angka sembilan.

Selanjutnya, untuk mengubah kepercayaan ini, ia membaca dengan keras kalimat “uang adalah sumber masalah” dan diikuti dengan ia mencubit keras paha kanan sebelah dalam. Setelah itu ia mengelus paha kanan yang sakit ini dan mengucapkan “uang bisa membantu saya mencapai yang saya inginkan”. Ini ia lakukan sampai lima kali untuk setiap kepercayaan. Semakin tinggi angka pada setiap kepercayaan maka semakin keras ia melakukan cubitan.

Saat saya tanya apa logika di balik tindakannya ini, ia menjawab bahwa manusia menghindari pain. Saat ia membaca kalimat kepercayaan negatif dan langsung mencubit keras pahanya maka pikiran akan melakukan asosiasi antara kepercayaan ini dengan pain/rasa sakit. Dan selanjutnya saat ia mengelus pahanya dan membacakan kepercayaan positif, pikiran juga akan melakukan asosiasi antara kepercayaan positif dengan pleasure/rasa senang.

“Apakah Anda yakin teorinya sudah benar?” tanya saya.

“Saya yakin benar Pak. Ini yang saya pelajari di berbagai buku dan pelatihan yang pernah saya ikuti,” jawabnya polos.

“Lalu, bagaimana hasilnya?” tanya saya lagi.

“Hasilnya tidak ada. Saya bingung apa ya yang salah?” jawabnya.

“Apa yang Anda lakukan pasti ada hasilnya,” komentar saya dengan sangat yakin.

“Tidak ada Pak. Buktinya saya tetap tidak berubah,” jawabnya.

“Ada. Saya yakin tempat cubitan di paha Anda pasti jadi biru,” jawab saya sambil tertawa lepas.

Demikianlah yang dialami klien ini. Ia tetap tidak berubah dan pahanya jadi biru akibat cubitan. Yang terjadi, pikiran bawah sadarnya justru membuat asosiasi antara rasa sakit fisik dengan upaya perubahan yang ia lakukan. Selanjutnya setiap kali ia berpikir untuk melakukan perubahan, langsung timbul perasaan tidak nyaman di hatinya.

Yang klien ini tidak tahu, kepercayaan tersimpan di pikiran bawah sadar, bukan di pikiran sadar. Untuk itu ia perlu tahu sifat, cara kerja, dan hukum yang berlaku di pikiran sadar. Saya menjelaskan panjang lebar apa saja yang perlu ia ketahui agar bisa berubah dengan cepat dan mudah, tanpa harus menyakiti dirinya sendiri.

Saya ingat beberapa tahu lalu seorang sahabat saya mencoba menyembuhkan anaknya yang berusia 6 tahun dari kebiasaan mengompol (enuresis). Yang ia lakukan adalah saat di pagi hari ia mendapati anaknya mengompol, ranjangnya basah, maka ia langsung menyirami si anak dengan air.

Logika berpikir yang ia gunakan sama dengan klien di atas. Hasilnya? Anaknya tidak sembuh dari kebiasaan mengompol dan menjadi trauma dengan air.

Satu lagi, untuk melakukan perubahan, semakin besar upaya pikiran sadar maka semakin kecil respon pikiran bawah sadar. Artinya, perubahan yang dipaksakan dengan menggunakan cara atau teknik yang tidak sejalan dengan sifat dan cara kerja pikiran bawah sadar niscaya akan sia-sia dan justru bisa menimbulkan masalah baru.

 

DR. Adi W. Gunawan, CCH.

President of Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology

Indonesia Leading Expert in Mind Technology

President of Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia (AHKI)

www.AdiWGunawan.com

Facebook: Adi W Gunawan

Twitter      : @adiwgunawan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya