Liputan6.com, New York - Brasil terus berupaya mendorong Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk segera menyelesaikan persengketaan dengan Indonesia yang telah berlangsung cukup lama. Sengketa terkait larangan Indonesia untuk menerima ekspor daging ayam dari Brasil.
"Pertama kami memberitahu WTO dan di Jenewa kami memaparkan keberatan kami dengan lebih dari 100 poin pada legislasi terkait," ungkap Wakil Presiden Brazilian Animal Protein Association (ABPA) Ricardo Santin seperti dikutip dari Fox News, Jumat (19/12/2014).
Advertisement
Brasil merupakan eksportir daging ayam berlabel halal terbesar di dunia. Artinya daging ayam Brasil bisa dikonsumsi di bawah syariah Islam. Namun daging ayam asal Brasil telah dilarang memasuki pasar Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sejak 2009.
Sejauh ini Brasil memproduksi 4 juta ton daging ayam berlabel halal dari total 1,8 juta ton daging ayam yang diekspor setiap tahun.
Pihak Indonesia memberlakukan larangan impor daging ayam Brasil karena kekhawatiran penyakit kaki dan mulut. Pemerintah Indonesia belum mencabut larangan tersebut meskipun sejumlah organisasi internasional telah memberikan sertifikasi bahwa Brasil bebas dari infeksi penyakit.
Pekan ini, APBA selama dua hari melakukan konsultasi terhadap sengketa dagangnya dengan WTO. APBA juga membahas kewenangan sektor pangan.
Meski begitu, masih belum ada kemajuan proses dari pembahasan tersebut dan delegasi Brasil menuding jawaban wakil Indonesia tidak konsisten.
Dalam pernyataannya, Presiden ABPA Francisco Turra mengatakan, sektor daging Brasil memprediksi persidangan akan dimulai antara Februari dan Maret tahun depan, jika Indonesia tidak segera membuka pasarnya.
"Persoalan utamanya adalah penundaan yang tidak adil dalam pembukaan pasar Indonesia dan responnya terhadap penyesuaian kesehatan warga Brasil, yang tidak dipersoalkan oleh berbagai negara di dunia," ungkap Satin.
Dikatakan saat ini pemerintah Indonesia tengah menyusun kebijakan proteksionis demi menjaga keuntungan bisnis mengalir ke industri lokal. Itu yang membuat pemerintahnya enggan membuka pasar untuk produk-produk Brasil. (Sis/Nrm)