Liputan6.com, Banda Aceh - 10 Tahun menghilang, Fanisa Rizkiam akhirnya kembali ke kampung halamannya di Aceh. Gadis berumur 15 tahun itu dipulangkan dari Malaysia pagi ini, melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.
Kini gadis korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 lalu itu, diduga menjadi korban human trafficking atau perdagangan manusia. Fanisa dijadikan TKI di Malaysia 5 bulan lalu oleh salah satu agen TKI ke Malaysia dengan dugaan pemalsuan data.
"Waktu tsunami saya dititip sama Bu Sabariah, habis itu saya dibawa ke Medan," kata Fanisa memulai kisah masa lalunya di Banda Aceh, Aceh, Jumat (19/12/2014).
Sabariah merupakan tetangga Fanisa di Banda Aceh. Saat tsunami memorak-porandakan Aceh, keluarga Fanisa menitipkannya kepada Sabariah untuk diselamatkan dari amukan gelombang tsunami. Saat itu Fanisa berumur 5 tahun.
Namun setelah itu, Fanisa dan Sabariah menetap di Medan dan tidak mendapatkan lagi informasi mengenai keluarganya di Aceh.
"Udah coba cari-cari informasi tapi nggak ketemu, sampai ibu Sabariah meninggal," kenang Fanisa.
Saat Sabariah meninggal, Fanisa telah berumur 10 tahun. Sejak itu dia pun hidup sebatang kara menjadi gelandangan di jalanan.
"Saya nggak diterima sama keluarga Bu Sabariah, sehingga saya diusir. Sejak itu saya hidup di jalanan, kadang-kadang kerja warnet," cerita dia.
Fanisa berkelana di jalanan kurang lebih selama 4 tahun hingga dia bertemu dengan Ida. Kisah perdagangan anak pun dimulai. Ida kemudian menawarkan pekerjaan sebagai TKI yang akan bekerja di sebuah restoran di Malaysia.
"Ketemu Bu Ida di jalanan. Janjinya saya mau dikasih kerjaan di restoran orang Melayu, tapi rupanya dikerjakan di restoran India," beber gadis berambut lurus itu.
Tak Terima Upah dan Alami Kekerasan
Fanisa diberangkatkan oleh salah satu agen TKI dengan memalsukan data. Menurut dia, nama aslinya adalah Cut Lisa Fanisa, namun agen tersebut mengubah namanya menjadi Fanisa Rizkia. Umurnya yang baru 15 tahun disulap lebih tua 3 tahun hingga cukup menjadi syarat TKI.
Selama bekerja di Malaysia, Fanisa tidak pernah menerima upah dari agen tersebut. Ia juga kerap mendapat perlakuan kasar dari agen yang mempekerjakan dia.
"Majikan baik, tapi agennya nggak pernah bayar upah. Saya kerja jaga baby dan cuci baju," kenang Fanisa lirih.
Fanisa kemudia ditemukan dan diselamatkan petugas Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Oleh KBRI, dia dikarantina hingga Pemerintahan Aceh menjemputnya.
Kini Fanisa telah berada di Aceh, ia ingin berkunjung ke Mon Geudong, Lhokseumawe yang merupakan satu-satunya nama kampung yang ada di ingatannya.
Fanisa juga akan diajak berkeliling Kota Banda Aceh untuk mencari kerabat dan familinya. "Saya mau ke Aceh, mau ketemu keluarga," tutur Fanisa meneteskan air mata. (Rmn/Sss)
Kisah Fanisa, Tsunami Aceh Hingga Perdagangan Anak Malaysia
Saat Sabariah meninggal, Fanisa berumur 10 tahun. Sejak itu dia hidup sebatang kara menjadi gelandangan di jalanan.
diperbarui 19 Des 2014, 16:17 WIBFanisa Rizkiam (kanan). (Liputan6.com/Windy Phagta)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Sungkem ke Orangtua Sebelum Nyoblos, Arief Rohman Optimis Menang 70 Persen di Pilkada Blora
Didampingi Pramono-Rano, Megawati Coblos Pilkada Jakarta di TPS 024 Kebagusan
Cawalkot Imam Budi Hartono Nyoblos di TPS Cilodong Depok, Optimis Raih 80 Persen Suara
Elnusa Mulai Survei Seismik Perdana di Area Tambang Batu Bara Grup Bayan
Sekjen Gerindra Optimis Suara Partainya Positif di Pilkada 2024: Insyallah Kami Bisa Menang
Intip Menu Unik Momen Malam Natal 2024 Berbeda Ala Hotel di Surabaya
Rusia Luncurkan Rekor 188 Drone, Hantam Infrastruktur Penting Ukraina
Perusahaan AS Beri Dampak Ekonomi USD 130 Miliar ke Ekonomi Indonesia
Hujan Deras, Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu Gunakan Hak Suara Pilkada Sumut 2024
Bareng Istri, Kun Wardhana Nyoblos di TPS 30 Jagakarsa Jaksel
Didampingi Pramono-Doel, Megawati Coblos Pilkada Jakarta 2024 di Kebagusan Bareng Puan
Tampil Percaya Diri, Cagub DKI Jakarta Nomor Urut 2 Dharma Pongrekun Mencoblos di TPS 031 Lebak Bulus