Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi menilai, dari sisi dukungan publik posisi Presiden Joko Widodo dan dak Wakil Presiden Jusuf Kalla memang masih kuat, tapi dari sisi politik, posisi Jokowi-JK masih lemah. Hal itu dinilainya menjadi problem utama dan harus segera diselesaikan.
"Jokowi dan JK di partai politik tidak ada kontrol yang efektif, bahkan di parpol yang tergabung KIH," kata Hasan dalam pemaparan hasil survei di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Minggu 21 Desember 2014.
Di PDIP, kata Hasan, kontrol masih dipegang kuat oleh ketua umumnya yakni Megawati Soekarnoputri. Tapi Megawati belum tentu akan tetap mau mengayomi kepentingan Jokowi secara terus menerus.
Sementara Jusuf Kalla, menurut Hasan, sudah tidak punya pengaruh kuat lagi di tubuh Golkar. Malah posisi Misbakhun yang menduduki posisi wasekjen Golkar saat ini lebih kuat dibanding JK.
"Makanya dua orang ini (Jokowi dan JK), minimal salah satunya harus punya posisi kuat di parpol. Publik bisa jengkel kalau tidak ada agenda pembangunan karena memang Jokowi-JK tidak kuat di parlemen," ujar Hasan.
Caranya, saran Hasbi, bisa melakukan take over pada partai politik. Jokowi di PDIP atau JK di Golkar. Atau ada sosok yang bisa dipercaya Jokowi dan JK untuk mengendalikan kedua partai itu di bawah kekuasaannya.
"Kalau tidak diperbaiki, posisi (Jokowi-JK) rentan diobok-obok oleh parlemen bahkan pendukungnya sendiri tahun depan. Bulan madu nggak sampai 2 tahun karena tahun berikutnya sudah memikirkan pemilu selanjutnya," beber dia.
Di tambah Hasan, jika ada reshuffle kabinet setahun kemudian, Jokowi-JK yang tidak punya kendali kuat akan partai bisa ditinggal oleh partai pendukungnya sendiri.
"Yang punya komando sekarang di KIH itu Surya Paloh, Megawati, dan Muhaimin Iskandar. SBY saja dulu punya kekuasaan di parpol bisa dimainkan, apalagi Jokowi," tandas Hasan Nasbi. (Ali)
Advertisement