Liputan6.com, Jakarta - Meski pernak-pernik tahun baru seperti terompet banyak dicari orang hanya saat momen tertentu saja, seperti ketika malam pergantian tahun, namun hal tersebut tidak mengurungkan langkah Hamam Nasirudin untuk mengeluti bisnis pembuatan pernak-pernik tiup tersebut.
Sebelum mengeluti bisnis pembuatan terompet, pria yang akrab disapa Udin ini telah mencoba berbagai usaha yang dibangunnya sendiri sejak lulus dari Aliyah atau setingkat SMA untuk sekolah Islam.
Dia pernah membuka bengkel las dan juga berjualan produk-produk kosmetik. Namun kedua usaha tersebut tidak tahan lama karena penuh dengan resiko. Terlebih produk kosmetik yang berkaitan erat dengan kesehatan konsumen.
"Dulu buka bengkel las dan jualan obat-obatan kosmetik, sekarang sudah tidak jalan karena resikonya lebih besar. Kalau terompet tidak terlalu besar resikonya dan usahanya lebih tenang. Meski musiman tetapi Alhamdulillah ada terus yang pesan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.
Setelah berulang kali gagal membangun usaha, akhirnya Udin memulai merintis bisnis pembuatan terompet pada 2010, yaitu saat dirinya merantau ke Pulau Kalimatan. Namun itu pun hanya dilakukan jelang akhir tahun saja, karena pembelinya hanya ramai pada momen tersebut.
"Saya punya insting untuk bikin terompet. Modal awalnya Rp 500 ribu, itu bisa bikin sampai 1.000 terompet," lanjutnya.
Terompet yang Udin bikin saat itu pun masih tergolong mudah, yaitu terbuat dari bekas gulangan benang sisa usaha konveksi yang dikreasikan dengan warna-warni sehingga tampak lebih menarik.
"Kalau sekarang ada bentuk naga, kupu-kupu, sexophone, bentuk keong. Kadang kita menunggu pesanan dari orang baru kita buat bentuknya seperti apa," kata dia.
Diakui Udin masing-masing bentuk terompet memiliki tingkat kesulitan sendiri. Untuk bentuk yang memiliki banyak lengkungan seperti naga atau saxophone membutuhkan terampilan dan waktu pengerjaan yang lebih lama jika dibandingkan bentuk terompet yang biasa.
"Itu agak sulit dan bikinnya lama. Kalau yang biasa tiap hari bisa bikin. Tapi kalau bentuk saxophone harus ada proses perendaman dan pengeringan biar keras," jelas pria kelahiran Demak 18 Februari 1981 tersebut.
Dalam proses pembuatan, dia mengandalkan 3 orang karyawan yang direkrut dari keluarganya sendiri. Jumlah ini bisa bertambah hingga 10 orang jika ada pesanan terompet dalam jumlah yang cukup besar dan dalam waktu yang singkat.
Namun untuk bahan baku, Udin mengaku tidak pernah kesulitan karena bahan yang digunakan mudah untuk didapat seperti kertas bekas yang dibeli dalam kiloan atau lembaran, sampul, lem, steples dan lain-lain yang disuplai dari daerah Pekojan, Jakarta Barat.
"Biasanya kita beli bahan baku jauh sebelum tahun baru. Karena kalau sudah mendekati biasanya harganya lebih mahal," kata dia.
Untuk harga pun dipatok berbeda-beda sesuai dengan bentuk dan tingkat kesulitannya. Pada tahun ini Udin mematok harga antara Rp 5.000 hingga Rp 15 ribu untuk setiap terompet yang dijualnya.
Guna menjaga kualitas, setiap terompet yang sudah jadi biasanya bunyikan dengan alat khusus. Jika terompet tidak mengeluarkan bunyi yang baik maka langsung dibuang karena dianggap produk gagal.
Jelang tahun baru, biasanya Udin telah melakukan persiapan sejak jauh hari. Dia sudah mulai membuat terompet sejak bulan Oktober atau November tiap tahunnya.
Pada bulan-bulan tersebut biasanya kerangka dari terompet sudah jadi, sehingga pada Desember tinggal dipasang hiasan dan sampul agar lebih menarik.
Tiap harinya Udin bisa memproduksi 100-200 buah terompet. Namun untuk tahun baru dia membuat lebih dari 1.000 buah dengan beraneka ragam bentuk. Omset saat tahun baru pun terbilang fantastis dan paling tinggi jika dibandingkan hari normal atau saat moment lainnya.
"Pas tahun baru kalau terompet yang biasa bisa laku lebih dari 1.000 buah, kalau yang lengkung lebih dari 500 buah. Omset bisa lebih dari Rp 10 juta. Tapi untuk hari biasa tidak bisa diprediksi, karena kebanyakan memang pas tahun baru, Natal atau Imlek," ungkapnya.
Saat tahun baru, Udin juga biasanya menyuplai terompet ke beberapa pedagang di wilayah yang ramai akan acara perayaan malam pergantian tahun seperti di daerah Kota Tua, Ancol, Tangerang dan beberapa wilayah di Jakarta Selatan.
Selain saat tahun baru, Udin juga kerap kebanjiran pesanan terompet untuk acara atau perayaan tertentu seperti ulang tahun baik perorangan maupun perusahaan, konser musik, dan lain-lain.
"Kebanyakan dari perusahaan. Jadi kala orang pesan kita bikinkan, disesuaikan banyak dan bentuknya. Biasanya datang langsung atau telepon, tanpa minimum order. Kalau perusahaan bisa sampai ribuan terompet. Tapi kalau rumah makan atau cafe paling ratusan saja," jelasnya.
Dalam menjalankan bisnisnya, Udin mengaku tidak pernah menemui kendala yang besar. Kendalanya justru faktor alam seperti cuaca. Karena bila malam pergantian tahun turun hujan, maka terompetnya hanya sedikit yang laku terjual.
Agar bisnis terompet yang kini dia beri nama Terompet Bae Haqi seperti nama anaknya tersebut bisa terus tumbuh, Udin berharap kedepan pemerintah khususnya pemerintah daerah lebih rajin mengelar berbagai macam acara dan kegiatan.
Advertisement
Karena dari acara yang dihadiri oleh banyak orang akan menjadi market yang sangat potensial untuk penjualan terompet selain saat perayaan tahun baru.
"Pemerintah harus mendukung dengan menggelar banyak acara sehingga kita bisa jualan disana. Tetapi Alhamdulillah peminat terompet makin tahun semakin banyak," tandas dia. (Dny/Nrm)
Baca Juga