10 Ibu Pejuang Terhebat Sepanjang Sejarah

Meski dipandang sebelah mata karena mereka perempuan, mereka tidak menyerah membuktikan perempuan juga bisa berkuasa.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 22 Des 2014, 17:50 WIB
Meski dipandang sebelah mata karena mereka perempuan, mereka tidak menyerah membuktikan perempuan juga bisa berkuasa.

Citizen6, Jakarta Hari Ibu biasa diidentikkan dengan sesuatu yang manis dan penuh kasih. Tapi ada beberapa tipe ibu yang tidak menyukai kue, susu hangat, ataupun bunga. Ibu-ibu dalam sejarah ini hanya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka (dan diri mereka sendiri). Beberapa dari mereka mengambil langkah sulit namun tetap adil dalam menyelesaikan masalah. Beberapa yang lain mesti berjuang melawan pemberontakan dan pembunuhan anggota keluarga mereka. Berikut 10 ibu pejuang terhebat sepanjang sejarah menurut livescience.com

1. Olympias, Ibu Alexander Yang Agung

Alexander yang Agung adalah salah satu komandan paling sukses sepanjang sejarah. Kekuasaannya membentang dari Mediterania hingga Pegunungan Himalaya. Alexander mewarisi keberanian dari ibunya. Ibunya, Olympias, adalah istri keempat dari ayahnya. Olympias disebut-sebut tidur dengan ular sebagai ritual keberanian.

Saat ayahnya mengambil istri lain, Olympias pergi ke pengasingan secara sukarela. Namun saat suaminya dibunuh, Olympias kembali untuk membalas dendam. Ia membunuh dan  meracuni orang-orang yang bersekongkol menyingkirkan suaminya. Ia akhirnya dihukum mati pada tahun 316 SM.

2. Cleopatra, Ratu Mesir

Seorang ibu memainkan peranan penting dalam sejarah Mesir. Cleopatra, ratu yang terkenal dengan kecantikannya, sangat sayang pada anaknya bersama Julius Caesar, Caesarion. Ia menghabisi siapa saja yang berniat merebut tahta anaknya. Caesarion memerintah selama tiga tahun di bawah ‘bimbingan’ Cleopatra.

3. Wu Zetian, Kaisar Perempuan Cina Satu-satunya

Wu Zetian mendobrak semua tradisi. Saat ia masih menjadi selir rendah kaisar Cina Taizong, ia sangat ingin menjadi ratu. Wu kemudian mencari cara. Ia menuduh istri Kaisar membunuh putrinya. Saat kaisar meninggal, ia mengklaim tahtanya sendiri sebagai kaisar. Ia memerintah hingga berumur 82 tahun. Saat sakitnya makin parah, barulah ia melepaskan tahtanya untuk anak ketiganya.

4. Catherine de Medici, Ibu dari tiga raja

Awalnya ia hanyalah wanita pinggiran yang dinikahi pangeran Perancis. Saat suaminya mangkat sebagai raja, ia mengangkat anaknya sebagai raja. Di bawah bimbingan Medici, pemerintahan di Perancis dibagi menjadi tiga, sipil, agama, serta politik. Meski tak terlalu lihai di politik, Medici berusaha melakukan pekerjaannya sebisanya. Saat Hari St. Bartholomew, ia beserta anaknya, raja Charles IX yang katolik, membantai ribuan warga yang beragama protestan. Hingga akhir hayatnya, ia tetap memegang tampuk jabatan sebagai penasihat.

5. Isabella I, sang Pemersatu Spanyol

Dikenal dalam sejarah bangsa Amerika sebagai pendana terbesar perjalanan Christopher Columbus, Isabella adalah kekuatan pendorong dalam menyatukan Spanyol. Dia dikenal dengan sifatnya yang welas asih. Meski begitu, dia pernah memaksa rakyatnya untuk memeluk Katolik sebagaimana dirinya. Jika tidak, mereka harus pergi dari tempat tinggal yang didiami. 


Selanjutnya

6. Maria Theresa dari Austria

Meski pendidikannya tidak terlalu tinggi, Maria Theresa berhasil menjadi wanita berpengaruh. Ia diwarisi tahta Austria. Saat ia hamil, kerajaan-kerajaan lain dari Eropa berusaha merebut kerajaannya namun ia terus melawan. Ia memegang tampuk kekuasaan di Austria selama 40 tahun dan melembagakan reformasi di bidang kedokteran, pendidikan, dan peradilan pidana. 

7. Emmeline Pankhurst, sang Pejuang Kesetaraan

Emmeline dibesarkan oleh orang tua yang mendukung kemerdekaan hak-hak perempuan, namun percaya putri mereka tak bisa bersaing dengan para pria. Emmeline akhirnya menikah dengan seorang pria berpikiran terbuka pada usia 20. Meski sudah mempunyai lima anak, ia tetap bekerja memperjuangkan hak-hak perempuan.

Ia kecewa dengan peraturan yang tidak memperbolehkan perempuan ikut memilih pemilu (Pemilihan Umum). Ia kerap melancarkan protes yang mengakibatkan ia dimasukkan ke penjara beberapa kali. Meski begitu, ia tetap memperjuangkan hak-hak perempuan hingga akhir hayatnya.

8. Harriet Tubman, Pejuang Perbudakan

Terlahir sebagai budak, Harriet Tubman akhirnya melarikan diri pada tahun 1829. Namun ia sering kembali ke wilayah perbudakan untuk membantu budak-budak lain melarikan diri. Ia dikenal karena kegigihannya. Ia sering membawa pistol yang ia gunakan tak hanya untuk menakuti anjing, tapi juga mengancam pemilik budak. Tubman terus berjuang demi kebebasan para budak hingga akhir hayatnya. Ia bahkan menyumbangkan tanahnya untuk didirikan menjadi gereja dan rumah untuk lansia serta orang miskin.

9. Jiang Qing

Mantan artis ini memainkan peranan dalam karir politik suaminya. Pertama, ia membantu suaminya sebagai sekretaris. Selanjutnya ia menjabat kepala bagian film Departemen Propaganda Partai Komunis. Ia dianggap mencemari Revolusi Kebudayaan Cina dan ditangkap. Saat suaminya meninggal, ia dijatuhi hukuman mati namun diberikan hukuman penjara seumur hidup sebagai gantinya.

10. Meena Keshwar Kamal, aktifis bagi wanita Afghanistan

Ia baru berumur 20 tahun saat ia mengumumkan gerakan yang pertama dalam mendukung hak-hak perempuan di Afghanistan dengan mendirikan organisasi RAWA. Protes kedua RAWA diluncurkan saat pendudukan Soviet di Afghanistan yang dianggap menindas dan fundamental.

Meena juga ibu bagi tiga orang anak yang sering mendirikan sekolah-sekolah dan rumah sakit bagi perempuan pengungsi di Afghanistan dan Pakistan. Pada tahun 1987, Meena dibunuh di Quetta, Pakistan. Hingga kini organisasinya masih bekerja dalam mengadvokasi hak-hak perempuan di Afghanistan.

Yang pasti, seorang ibu akan selalu mengusahakan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Apapun cara akan mereka tempuh. Jadi, sudahkah mengucapkan Aku Cinta Ibu pada ibumu?

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6?. Caranya bisa dibaca di sini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya