Eva Bande Tidak Tobat Perjuangkan Hak Petani Miskin

"Saya tidak akan tobat. Grasi adalah awal," kata Eva Bande di Jakarta.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Des 2014, 13:35 WIB
"Saya tidak akan tobat. Grasi adalah awal," kata Eva Bande di Jakarta. (Setkab.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande, mengatakan tidak akan tobat memperjuangkan hak-hak petani miskin untuk mendapatkan kembali lahannya dari tangan korporasi besar.

"Saya tidak akan tobat. Grasi adalah awal," kata Eva Bande dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Menurut Eva, dia telah menemui Presiden Jokowi pada Senin 22 Desember kemarin dan menyampaikan agar grasi itu tidak hanya diberikan kepadanya, tapi juga teman-teman aktivis lainnya yang masih dikriminalisasi.

Kepada Presiden Jokowi, Eva juga menyatakan, grasi itu adalah langkah awal untuk melihat konflik-konflik agraria secara utuh, karena masih banyak perusahaan perampas lahan yang merajalela.

"Grasi yang diberikan presiden adalah "lampu terang" ke depan bagi langkah pembaruan agraria yang lebih baik ke depannya," kata Eva.

Ia mengingatkan, masih banyak konflik agraria yang terjadi hampir setiap hari. "Jalan menyelesaikannya adalah membangun organisasi rakyat, cerdaskan rakyatnya," tegas dia. Eva juga mengingatkan agar media massa dapat mendukung sepenuhnya upaya-upaya perlindungan lahan rakyat.

Eva Bande mendapat grasi secara resmi dari Presiden Jokowi pada Senin 22 Desember 2014. Pemberian grasi itu bertepatan dengan Peringatan Hari Ibu.

Penangkapan Eva Bande

Eva sebelumnya dihukum Pengadilan Negeri Luwuk, Sulawesi Tengah, 4 tahun penjara gara-gara memperjuangkan hak tanah rakyat. Eva Bande ditangkap Kamis, 15 Mei 2014, di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Perempuan asli Luwuk, Kabupaten Banggai ini, ditangkap orang-orang dari tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerja sama dengan tim dari Kejaksaan Agung.

Penangkapan ini berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 12 April 2013 yang memutuskan vonis 4 tahun penjara bagi Eva, sesusai putusan Pengadilan Tinggi Sulteng Februari 2011 dan putusan PN Luwuk November 2010.

Solidaritas Perempuan menyatakan, tindakan Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Eva sama dengan memperbaiki tindakan pemerintahan sebelumnya.

"Solidaritas Perempuan memandang grasi Eva ini bukan sebagai bentuk pengakuan kesalahan, namun sebagai upaya negara, dalam hal ini pemerintahan baru, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahan sebelumnya karena telah mengkriminalisasi dan menghukum Eva," kata Ketua Solidaritas Perempuan, Wahidah Rustam.

Dia menyebut, grasi Eva adalah babak baru dari perjuangan menentang kriminalisasi petani dan aktivis pembela HAM pejuang agraria, serta penyelesaian konflik-konflik agraria. (Ant/Sun)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya