Kejagung Diminta Selidiki Dugaan Keterlibatan Dirut PLN

"Sesuai hukum acara saja, Jaksa Agung itu sudah tau itu," kata Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Des 2014, 23:00 WIB
Politisi Partai Golkar Aziz Syamsuddin

Liputan6.com, Jakarta Komisi III DPR meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) serius menyelidiki dugaan keterlibatan Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji, atas kasus uang penjaminan terhadap terdakwa korupsi, Ermawan Arif Budiman (EAB), yang menghilang saat hendak dieksekusi. EAB adalah terpidana kasus pengadaan flame tube GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU), Sektor Belawan.

Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin, mengatakan Kejagung semestinya telah paham aktor di balik menghilangnya EAB yang berawal atas penggunaan uang penjamin senilai Rp 23,9 miliar dari PLN.

"Sesuai hukum acara saja, Jaksa Agung itu sudah tahu itu," kata Aziz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Sebab, lanjut Aziz, Kejagung memiliki kewenangan untuk menindak oknum yang mencoba menghalangi aparat saat mengeksekusi terkawa.

"Dalam eksekusi itu bisa diumumkan, bisa lewat intelijen, jadi kita tidak perlu ajarin Jaksa Agung soal itu," tegas politikus Partai Golkar itu.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji diduga memberi uang senilai Rp 23,9 miliar yang digunakan untuk jaminan terpidana kasus korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU), Sektor Belawan, EAB agar menjadi tahanan kota. Dia menyetor uang penjaminan terhadap EAB sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014.

Masalah uang jaminan Rp 23,9 miliar dan penjaminan dari PLN terhadap EAB untuk menjalani tahanan kota pada saat proses peradilan di tingkat pertama itu sempat mendapat sorotan publik. Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir, dari seharusnya menjalani kurungan pidana sebagai hukuman atas dakwaan bahwa dia telah merugikan negara Rp 23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan.

Pada saat surat permohonan penarikan kembali uang jaminan tersebut telah dilakukan, sempat menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak perihal sumber dana uang penjaminan. Termasuk Ombudsman Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara turut mempertanyakan sumber dana uang penjamin itu.

Pada 16 September 2014, Kejaksaan Agung sendiri sempat meminta keterangan Dirut PLN dan Direktur Keuangan PLN. Keduanya menjelaskan duduk perkara uang jaminan disertai dasar aturannya.

Pada 6 Oktober 2014, Ketua PT Medan menerbitkan Penetapan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 yang menetapkan dua poin. Pertama, memerintahkan penahanan EAB untuk ditahan di Rutan Tanjung Gusta terhitung 6 Oktober 2014. Kedua, memerintahkan Ketua PN Medan mengembalikan uang jaminan tersebut.

Per tanggal 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding EAB dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta.

Berdasarkan Penetapan Ketua PT Medan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 Kejari Medan memanggil EAB untuk ditahan, namun hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. (Tya/Riz)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya