Liputan6.com, Jakarta - Minggu pagi 26 Desember 2004, tak ada yang menyadari sebuah peristiwa kolosal sedang terjadi di dasar Samudera Hindia, lepas pantai Sumatera. Di dasar Bumi, di kedalaman 30 kilometer, lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma. Akibatnya sungguh tak terbayangkan.
Saat jarum jam menunjuk ke pukul 07.58 WIB, gempa dengan kekuatan 9,1 skala Richter terjadi. Pulau Sumatera berguncang hebat, terutama di Aceh. Lindu kencang selama 10 menit memicu kepanikan, kendaraan-kendaraan dihentikan di tengah jalan, mereka yang sedang olahraga pagi tiarap bahkan berbaring di trotoar atau aspal.
Bingung, kalut, orang-orang hanya bisa bertanya-tanya: apa yang sedang terjadi? Lainnya pasrah dan berserah diri, dengan bibir yang terus bergerak melafalkan doa-doa dan menyerukan asma Allah.
Advertisement
Saking kuatnya, dunia ikut berguncang, dalam arti sebenarnya. Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebut, gempa berdampak pada rotasi Bumi, memperpendek durasi satu hari selama 2,68 mikrodetik, sedikit mengubah bentuk planet manusia, dan menggeser Kutub Utara beberapa centimeter,
Ternyata, itu baru permulaan...
Di Meulaboh, yang terletak 245 km sebelah tenggara Banda Aceh, lautan surut jauh, ikan-ikan menggelepar di sana-sini. Warga yang penasaran menghampiri pantai.
Beberapa saat kemudian, panik terjadi, gelombang raksasa dari laut melaju kencang ke arah mereka. Suara gemuruhnya mengalahkan teriakan histeris terkuat yang bisa dikeluarkan dari kerongkongan manusia, orang-orang berlarian ke segala arah. Mencari selamat. Bah juga bergulung ke pusat Kota Banda Aceh, menerjang apapun yang dilewatinya.
Malaikat belum lagi meniup sangkakala, namun saat itu banyak yang menyangka, kiamat sedang terjadi.
Dari Aceh, gelombang gergasi memantul ke 12 pantai di pesisir Samudera Hindia. Korban-korban berjatuhan di Indonesia, Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, Thailand, Myanmar, Malaysia, Somalia, Tanzania, Seychelles, Bangladesh, dan Kenya. Total 230 ribu nyawa terenggut. Jumlah yang fantastis.
Berikut 25 foto yang tak hanya akan mengingatkan kita tentang kehancuran dan nestapa para korban. Tapi juga keajaiban, harapan, dan hikmah dari salah satu peristiwa bencana terhebat sepanjang sejarah manusia:
Selanjutnya: Sehebat dan sekuat apapun, kekuatan manusia terbatas...
Sehebat dan Sekuat Apapun, Kekuatan Manusia Terbatas
Sehebat dan Sekuat Apapun, Kekuatan Manusia Terbatas
Kekuatan alam sungguh luar biasa. Seperti ini kondisi Aceh saat tsunami menerjang. Puing-puing bercampur air laut berwarna kehitaman, juga jasad-jasad manusia memenuhi jalanan. Menimbulkan nelangsa bagi siapa pun yang menyaksikannya.
Dinding air yang tingginya nyaris melampaui pucuk pohon kelapa menerjang Ao Nang di Distrik Mueang Krabi, Thailand. 'Surga' di tepian Laut Andaman itu porak-poranda akibat tsunami.
Kota Banda Aceh dan sekitarnya pun luluh lantak, nyaris rata dengan tanah. Jutaan orang kehilangan tempat bernaung. Hati mereka diliputi trauma dan duka akibat kehilangan orang-orang terdekat.
Jasad-jasad manusia bergelimpangan di mana-mana. Tak mungkin untuk menguak identitas mereka satu per satu. Sebagian besar dimakamkan secara massal.
Perempuan India ini menangisi kepergian orang terkasih yang nyawanya terenggut tsunami. Gambar memilukan yang dilansir Reuters ini diambil di Cuddalore, Tamil Nadu, 28 Desember 2004.
Selanjutnya: Dari atas Bumi, kerusakan akibat Tsunami 2004 terpampang jelas...
Advertisement
Kerusakan Akibat Tsunami Bahkan Terlihat dari Luar Angkasa
Dari atas Bumi, kerusakan akibat Tsunami 2004 terpampang jelas...
Dampak kerusakan tsunami 2004 juga diamati dari angkasa luar. Seperti dimuat dalam situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), citra yang ditangkap Satelit Ikonos menunjukkan Lhoknga di Aceh porak-poranda akibat tsunami.
Lihat betapa mencoloknya penampakan kota itu pada 10 Januari 2003 sebelum tsunami dan pada 29 Desember 2004 -- 3 hari setelah gelombang menerjang.
Tsunami juga menerjang Gleebruk, kota kecil yang berjarak 50 km dari Banda Aceh. Area perbukitan (di kiri atas gambar) selamat dari petaka, namun tidak untuk kawasan di sepanjang aliran gelombang tsunami. Bangunan hancur, pepohonan tumbang, aspal terkelupas dari jalan, jembatan tinggal puing, pantai dan lapisan atas tanah tersapu dahsyatnya ombak.
Citra satelit yang diambil oleh Satelit QuickBird milik DigitalGlobe menunjukkan beda mencolok kondisi Gleebruk pada 2 Januari 2005 dan 12 April 2004.
Satelit Quickbird juga merekam kerusakan di Kalutara, Sri Lanka pada 26 Desember 2004 pukul 10.20 waktu setempat -- sejam setelah gelombang pertama menerjang. Sementara gambar di bawahnya adalah kondisi normal yang diambil pada 1 Januari 2004.
Dan begini perbandingan kondisi pantai di utara Pulau Phuket, Thailand pada 31 Desember 2004 serta pada 15 November 2002 dan 28 Februari 2002 dari angkasa. Benar-benar beda.
Selanjutnya: Tuhan Maha Baik, selalu ada keajaiban di tengah malapetaka...
Tuhan Maha Baik, Selalu Ada Keajaiban di Tengah Malapetaka
Tuhan Maha Baik. Di tengah malapetaka, selalu ada keajaiban yang terjadi...
Begitu kuatnya gelombang menerjang, kapal kayu sepanjang 25 meter yang sedang berlayar di laut berakhir di atap dua rumah di Desa Lampulo. Tahukah Anda? Bahtera itu telah menyelamatkan nyawa 59 orang yang terjebak di tengah tsunami. Hingga saat ini, keberadaannya dipertahankan sebagai monumen peringatan.
Kota Lhoknga, di pantai barat Sumatera dekat Ibukota Aceh, Banda Aceh itu, rata dengan tanah. Namun, sebuah keajaiban terjadi, Masjid Rahmatullah tetap kokoh berdiri di tengah segala kehancuran.
Kejaiban itu juga tertangkap satelit Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Foto Lhoknga dari angkasa luar menunjukkan fitur melingkar berwarna putih. Itulah Masjid Rahmatullah.
Ada banyak rumah ibadah yang terselamatkan dalam bencana 2004. Pasti ada rencana Yang Maha Kuasa di balik itu.
Saat tsunami menerjang Aceh Barat, Raudhatul Jannah yang baru berusia 4 tahun terbawa ombak. Belum lama ini, setelah 10 tahun terpisah dari orangtuanya, gadis cilik itu akhirnya bisa pulang. Itu hanya beberapa contoh, masih banyak keajaiban lain yang terkadang di luar nalar manusia.
Selanjutnya: Jangan menyerah, harapan itu selalu ada....
Advertisement
Jangan Menyerah, Selalu Ada Harapan
Justru di tengah segala kesusahan itu, rasa kemanusiaan memancarkan keindahannya.
Para korban tsunami tak sendirian menghadapi dampak bencana. Uluran tangan datang dari segala penjuru Bumi. "Terimakasih dunia karena telah menjaga Aceh..."
Bencana menyentuh hati orang-orang berhati mulia dari segala penjuru planet manusia. Para relawan berdatangan membantu: mengumpulkan jenazah dan memakamkannya, mengobati sakit fisik, membantu pemulihan jiwa yang terluka, serta kembali membangun di antara puing-puing yang berserak.
(Sumber: Reuters)
(Sumber: Reuters)
Selanjutnya: Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian...
Selalu Ada Hikmah di Balik Setiap Kejadian
Selalu Ada Hikmah di Balik Setiap Kejadian
Tsunami Aceh memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita. Misalnya, warga Indonesia diingatkan bahwa Nusantara berada di zona yang rawan bencana: Lingkaran Cincin Api Pasific (Ring of Fire). Apa yang terjadi saat itu juga mengilhami banyak studi tentang kegempaan dan ilmu pengetahuan lain.
Maka, kewaspadaan menghadapi bencana adalah sebuah keharusan. Pasca-tsunami Aceh, sejumlah perbaikan dilakukan terkait koordinasi, sistem peringatan dini -- dengan bantuan sejumlah negara sahabat, menggali kearifan lokal dalam menghadapi pergolakan alam. Meski dampaknya belum maksimal. Penyebabnya: kesadaran pemerintah dan masyarakat belum sepenuhnya terjaga.
Tak hanya di Indonesia, pemutakhiran sistem peringatan dini (early warning system) juga dilakukan banyak negara.
Tsunami juga mendorong terciptanya perdamaian di Aceh. Konflik yang berlangsung 30 tahun dapat diakhiri melalui perundingan di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
Rintisan perdamaian memang telah diupayakan sebelum tsunami, tetapi bencana alam yang mendapat perhatian dunia tersebut kian memberi tekanan agar para pihak yang bertikai dapat mengakhiri konflik.
Kini 10 tahun berlalu, sejumlah wilayah yang sebelumnya luluh lantak akibat tsunami, bangkit. Meski trauma masih ada, bagaimanapun, hidup harus terus berjalan.
Ini Aceh yang kembali bangkit dari kehancuran...
(Sumber: Reuters)
Begitu pula dengan Thailand...
(Sumber: Reuters)
Harapan pun kembali terbit di Sri Lanka...
(Sumber: Reuters)
Dan semoga, setiap tanggal 26 Desember, kita tak hanya memperingati terjadinya salah satu bencana terbesar dalam sejarah umat manusia. Tsunami Aceh 2004 bukanlah kutukan atau azab, melainkan sebuah pelajaran berharga bagi seluruh warga dunia. Mari mengenang mereka yang berpulang dengan tekad untuk menjadi lebih baik.
(Sumber: Reuters)
(Ein/Riz)
Advertisement