Liputan6.com, London Helen Fitzsimmons (39), ibu dua anak dari Cheltenham berusaha membantu ayahnya yang menderita kanker myeloma (kanker sel plasma) dengan Air Susu Ibu (ASI) miliknya. Dan ternyata ASI memperlihatkan perubahan yang menggembirakan.
Multiple myeloma merupakan kanker sel plasma, sejenis sel darah putih yang ada dalam sumsum tulang. Sel plasma umumnya membuat protein (antibodi) untuk membantu melawan infeksi. Tapi, pada multiple myeloma, sekelompok sel plasma (sel myeloma) menjadi kanker, meningkatkan jumlah sel plasma melebihi tingkat normal. Karena sel-sel normal membuat protein (antibodi), tingkat protein abnormal dalam darah juga dapat naik.
Advertisement
Semua itu dimulai pada 6,5 tahun yang lalu. Ayahnya didiagnosa mengalami myeloma. Menurut ibunya, kanker tersebut sulit disembuhkan. Pengobatan hanya bisa memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Sang ayah akhirnya menjalani operasi untuk memasukkan pin ke lengannya untuk memperkuat area tempat sel kanker mulai merusak dan melemahkan tulangnya. Operasi berjalan lancar dan ayahnya kembali pulih.
"Hidup kembali normal atau seperti biasa dengan diagnosis terminal melekat di kepala," tulis Helen yang dikutip dari IBTime, Sabtu (27/12/2014).
Setelah 18 bulan berlalu, ayah yang tak disebutkan namanya itu perlahan menyadari bahwa ia hidup dengan kanker dan tak mau menyerah.
"Kanker terdeteksi awal sehingga dokter mengatakan langkah terbaik adalah menunggu dengan waspada. Ini berarti tak ada obat, hanya memantau tingkat proteinnya ketika mulai meningkat, mereka yang memutuskan waktu mulai pengobatan.
Setelah dua tahun, protein sang ayah mencapai akhir 30 dan dokter memutuskan sudah waktunya memulai pengobatan. Obat pertama yang dipilih adalah Cyclophosphamide, obat kemoterapi. Sang ayah beruntung tak mengalami efek samping obat.
Obat ini perlahan-lahan membuat tingkat proteinnya turun. Sejak saat ini tingkat proteinnya dipantau dan ketika naik, obat lain akan dipilih. Siklus ini berlanjut hingga 18 bulan. Menjelang akhir 2013, ia mencoba obat terakhir untuk myeloma.
"Pada Oktober, ayah saya juga didiagnosa kanker prostat dan pengobatan untuk myeloma harus dihentikan sehingga sistem kekebalan tubuh bisa pulih untuk mencegah komplikasi. "
Menurut Helen, diagnosa tersebut menjadi pukulan besar dan sangat menakutkan. Ayahnya harus menanggung dua kanker. "Kami mencoba bersikap tenang dan santai," katanya.
ASI Obat Kanker
ASI Obat Kanker?
Seminggu berlalu dan Helen yang sedang memikirkan kondisi ayahnya itu tiba-tiba teringat pernah menonton film dokumenter tentang orang-orang yang minum ASI untuk mengobati kanker.
Helen melahirkan anak pertamanya pada Juni 2009 dan ia menyusui hingga 3 tahun ketika ayahnya menjalani pengobatan myeloma. Ia menyesal tak mengingat cara pengobatan itu. Jika ia ingat, tentu ia akan memberikan ASI miliknya.
Pada 2012, Helen kembali melahirkan anak keduanya dan ia mulai mencoba pengobatan dengan memberikan ASI untuk sang ayah.
"Ini sungguh istimewa bisa menawarkan harapan… Menurut saya alami saja dan bukan hal yang aneh, ia ayah saya dan saya ingin membantunya," kata Helen.
Sebelum memberian ASInya, Helen mencari informasi sebanyaknya untuk memastikan keamanannya. Ternyata ada banyak bukti yang mendukung ide itu. "Saya menemukan banyak, ini cukup bagi saya," ujarnya.
Setelah menemukan bukti, Helen memberitahu orangtua dan ternyata mereka setuju bahwa itu ide yang fantastis. Ia mengantarkan ASI miliknya yang sudah dibekukan sebulan sekali.
ASI yang diberikan orangtuanya itu diperah terlebih dahulu dan ia memastikan agar ASI tak terkontaminasi dengan mensterilkan semua peralatan.
Pada Januari 2014, ayahnya mulai minum ASI setiap harinya 50 ml. Dan hasilnya, tingkat proteinnya berhenti bertambah.
Helen menjelaskan, memang melawan kanker prostat terlihat agak berat. Tapi, pengobatan myeloma, hasilnya begitu mengejutkan.
Tak hanya Helen yang memberikan ASI, adik iparnya juga ikut menyumbangkan ASInya untuk sang ayah. Alhasl sang ayah bisa minum sehari 85 ml. Pada bulan yang sama, tingkat proteinnya mulai turun. Beberapa bulan turun 0,5 dan terkadang 1 atau lebih. Yang jelas tingkat protein turun. Hasil tersebut membuat keluarga Helen meyakini bahwa ASI berperan besar untuk menurunkan kadar protein.
"Ketika saya bertanya kepada ayah bagaimana perasaannya minum ASI saya. Dia mengatakan tak berpikir itu aneh dan tak ada efek sampingnya. Ia bersyukur bisa minum ASI anak dan menantunya," katanya.
Helen mengatakan dokter hematologi meremehkan terapi alternatif ini karena belum ada bukti. Namun juga mengatakan ini tak berbahaya."Saya berharap suatu hari dokter merangkul terapi alternatif.. Saya benar-benar berharap kita menemukan obat untuk kanker dan menguji coba ASI untuk membuktikan bahwa kita menemukan jawabannya."
Advertisement