Liputan6.com, Jakarta - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) meminta kepada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) agar tidak tergesa-gesa dalam mewujudkan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi untuk menghapus bahan bakar RON 88 (premium) dan menggantinya menjadi RON 92 (setara pertamax).
Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menuturkan, produksi Pertamina untuk menyediakan RON 92 tak akan memenuhi kebetuhan masyarakat yang begitu besar.
"Pasti tidak cukup, tetap melakukan imporkan kebutuhan kita 15 juta barel per bulan. Sedangkan Pertamina sanggup 5 juta barel per bulan. Jadi Pertamina tetap impor, artinya rekomendasi ini jangan diwujudkan tergesa-gesa," kata dia Jakarta, Sabtu (27/12/2014).
Pasalnya, jika tetap dipaksakan akan menyebabkan masalah struktural di masyarakat terkait kelangkaan bahan bakar. Untuk itu, dia merekomendasikan pemerintah untuk tetap menyediakan bahan bakar RON 88 dan RON92 namun dibagi tergantung wilayah.
"Makanya rekomendasi saya tadi adalah range saja, RON 88 sampai RON 92. Jadi misalnya kilang Dumai dia masih bisa produksi RON 88 ya sudah sekitar Sumatera situ masih boleh RON 88, Jakarta RON 92 gitu. Cilacap bisa RON 88, jadi tetap ada," lanjutnya.
Advertisement
Sementara itu, pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) mengaku sangat khawatir terkait usulan penghapusan premium.
Ketua II DPP Hiswana Migas M Ismeth mengatakan, dengan rencana tersebut membuat para pengusaha asing terus mengembangkan sayapnya dan menggeser para pengusaha lokal.
Salah satu hal yang peling terlihat adalah mengenai ekspansi pengusaha asing dengan pembangunan tangki-tangki BBM yang hingga saat ini terus bertambah jumlahnya.
"Saya kira SPBU asing telah membuat tangki-tangki penyimpanan," kata dia di Jakarta.
Menurut dia, rencana yang dibeberkan Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi sangat ditunggu-tunggu oleh pengusaha asing.
Padahal, pengusaha lokal harus juga mesti mendapatkan perlindungan. Jika tidak, pendapat mereka akan terus tergerus dari saat ini Rp 210 per liter. Apalagi, semenjak pemerintah menaikan bahan bakar subsidi.
"Saya minta Pak Faisal digaris bawahi, karena kita cukup lama meyalurkan BBM subsidi. Tolong dipikirkan margin teman-teman kami," ujarnya. (Amd/Ndw)