Kisah Ajudan yang Maling Roti Gus Dur

Kisah ini disampaikan Priyo dalam testimoni pada peringatan 5 tahun wafatnya Gus Dur.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 28 Des 2014, 07:05 WIB
Kisah ini disampaikan Priyo dalam testimoni pada peringatan 5 tahun wafatnya Gus Dur.

Liputan6.com, Jakarta - Priyo Sambadha, mantan ajudan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, mengaku pernah merasa ketakutan saat mengawal pria yang karib disapa Gus Dur itu. Bahkan sampai sempat berpikir akan dipecat oleh sang Presiden. Hal itu disampaikan Priyo dalam testimoni pada peringatan 5 tahun wafatnya Gus Dur.

"Saya pernah melakukan kesalahan," ungkap Priyo kediaman almarhum di Jalan Warung Silah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (27/12/2014) malam.

Ia pun berkisah beberapa tahun lalu, suatu waktu Presiden Gus Dur dijadwalkan melakukan sesi pemotretan untuk sampul salah satu majalah luar negeri. Namun, saat hari H, timnya terlambat menyiapkan segala sesuatunya. Sementara Gus Dur telah siap tepat pukul 07.00 WIB.

Akhirnya, almarhum Gus Dur pun harus menunggu. Secangkir teh hangat dan sepotong roti tawar yang diolesi mentega dan gula pasir lalu disediakan untuk Gus Dur sambil menanti pemotretan. Priyo dan rekannya pun gelagapan. Tetapi, bukan soal membuat sang Presiden menunggu yang membuat Priyo merasa ketakutan. Melainkan roti kesukaan RI 1. Ada apa dengan roti itu?

"Jadi waktu itu, karena jadwalnya pagi saya belum sarapan. Perut kosong. Saya lihat Presiden kok makannya enak sekali. Nah pas depan saya ada setengah potong roti. Mata saya terus lihatin rotinya, terus ke Presiden. Terus ke rotinya. Begitu terus. Sampai tanpa sadar tangan saya ambil roti itu," kisah Priyo.

Kemudian, potongan roti tersebut lalu dengan sangat perlahan dimasukkan Priyo ke dalam mulutnya sambil matanya tetap tertuju pada Gus Dur yang terlihat diam. Kunyahannya yang pertama ternyata sedikit berisik karena ada gula pasir di dalam roti itu. Ia pun berhenti sejenak dan melihat Gus Dur. Namun ternyata sang presiden tak bereaksi apa-apa. Akhirnya, ia langsung melahap habis roti tersebut.

"Bahkan terakhir saya emut-emut aja rotinya. Udah kenyang perut keisi, saya mulai ngerasa ngantuk. Apalagi AC-nya lumayan dingin. Tiba-tiba tangan Gus Dur menggapai piring roti. Terus bilang, 'Roti saya mana?' Saya kaget. Jantung terasa mau copot," turut Priyo yang mengundang tawa tamu undangan.

Priyo pun langsung mengambil langkah seribu, berlari ke arah dapur, bahkan Paspampres yang berjaga di depan pintu tak digubrisnya. Sampai di dapur, ia meminta dibuatkan roti olesan mentega dan gula pasir secepatnya. Hanya saja, petugas di dapur enggan mengantarkan roti itu kepada Presiden karena khawatir. Mau tak mau, Priyo harus membawa roti itu sendiri ke Gus Dur.

"Sepanjang jalan dari dapur ke ruangan, saya pikirkan nasib anak istri terus kalau saya dipecat. Terus kalau dipecat, mana ada yang mau terima saya kerja yang maling roti. Roti Presiden pula," kata Priyo yang lagi-lagi mengundang tawa.

Tak berapa lama, sampailah Priyo di ruangan. Dengan segan ia meletakkan piring roti di meja dan mempersilakan Gus Dur menyantap roti itu. Priyo mengatakan kala itu di dalam hatinya berbagai perasaan berkecamuk. Jantungnya deg-degan.

"Pas saya kasih rotinya, Presiden ngambil 1 tapi tidak berkata apa-apa. Dalam hati saya, 'Ya Allah vonisnya apa?' Saya nunggu beliau makan. Lama sekali. Saya udah nggak tertarik sama rotinya. Tiba-tiba beliau manggil saya. 'Siap Pak Presiden,' saya bilang. Dalam hati 'inilah saatnya.' Tapi Gus Dur cuma bilang, 'Mas, sampean apain rotinya? Kenyang saya,'" tutur Priyo, gelak tawa hadirin pun bergema.

Kisah itu, menurut Priyo, merupakan bukti bahwa Gus Dur adalah seorang pemaaf. Tak mungkin Gus Dur tak menyadari rotinya yang sudah 'dicuri'. Namun, sang Presiden tak mengungkit perihal itu dan bersikap acuh tak acuh. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya