Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia tahun ini terus menunjukkan kemerosotan hingga menyentuh level di bawah US$ 60 per barel. Tak peduli berapapun penurunan harga minyak, Arab Saudi menegaskan bahwa OPEC tetap akan menahan produksi minyak di level 30 juta per barel.
Meski begitu, CEO Breitling Energy Chris Faulkner mengatakan, bahkan eksportir minyak terbesar di dunia itu juga punya batasan dalam menghadapi kemerosotan harga seperti sekarang.
Advertisement
"Saya rasa, kepanikan baru akan muncul saat harga minyak menyentuh level US$ 40 per barel. Mereka bisa mengatakan apapun yang diinginkan, tapi pada akhirnya tak ada yang mau terus mengalami kerugian," ungkapnya seperti dilansir dari CNBC, Minggu (28/12/2014).
Sejauh ini, Faulkner memprediksi harga minyak akan menguat kembali, sedikitnya ke level US$ 70 per barel hingga akhir 2015.
Tapi itu akan terjadi setelah harga minyak merosot hingga ke level terendah di kisaran US$ 50 per barel dan kemungkinan menguat di kuartal II tahun depan.
Dengan harga minyak global saat ini, Venezuela kemungkinan akan gagal membayar utangnya yang jatuh tempo pada Maret dan Oktober tahun depan.
Pada akhir pekan lalu, harga minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Februari diperdagangkan di bawah US$ 61 per barel.
Sementara itu, Faulkner memperkirakan, harga gas tetap berada di bawah US$ 5 hingga 2020. Itu lantaran sejumlah fundamental pasokan dan permintaan tampak tidak berubah secara signifikan.
Akhir pekan lalu, harga gas turun ke bawah US$ 3 untuk pertama kalinya sejak perdagangan pada 24 September 2012.(Sis/Nrm)
Baca Juga