Liputan6.com, Jakarta - Tangis pilu terdengar di antara riuhnya keluarga penumpang Pesawat AirAsia QZ8501 yang mendatangi crisis center AirAsia di Terminal 2 Juanda, Surabaya, Jawa Timur. Adistya, warga Sidoarjo, Jawa Timur, tak kuasa menahan tangis setelah mendengar pesawat yang ditumpangi suaminya hilang kontak dari menara pengawas pada Minggu (28/12/2014) pagi. Selain sang suami, 3 anggota keluarganya juga menjadi penumpang pesawat tersebut.
Selain menangis, sebagian besar keluarga penumpang datang ke posko dengan wajah kebingungan. Sebab, hingga beberapa jam setelah pesawat hilang kontak, AirAsia belum memberikan keterangan apapun. Termasuk Adistya, dia belum mendapatkan keterangan apapun terkait nasib suami dan keluarganya.
Pesawat AirAsia QZ8501 berangkat dari Surabaya, Jawa Timur, pukul 05.20 WIB dan hendak menuju Singapura. Pesawat terbang pada ketinggian 32 ribu kaki atau flight level plan 320.
"Pesawat terbang dengan jalur M635. Pesawat kontak ATC (Air Traffic Controller/menara pengawas) radar Jakarta pada pukul 06.12 pada frekuensi 125 megahertz (MHz)," kata Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo, Minggu (28/12/2014).
Ketika itu, pesawat dapat diidentifikasi oleh layar radar Jakarta. Saat kontak tersebut, pesawat meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki demi menghindari awan.
"Jadi tak ada masalah. Pada saat kontak, pesawat menyatakan menghindari awan ke arah kiri dari M635 dan meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki," papar Djoko. Namun beberapa menit kemudian, pesawat mulai tak terlacak. Djoko menyebutkan, pukul 06.17 WIB, pesawat hanya tampak sinyal HDSP.
"Jadi di radar display, selain data radar juga juga ada data HDSP. Pada saat itu pesawat sekaligus hilang kontak dengan ATC. Jadi dapat diasumsikan pukul 06.17 menit kita hilang kontak (dengan AirAsia)," beber Djoko.
Selanjutnya pada pukul 06.18 WIB, pesawat benar-benar menghilang dari radar. Hanya terlihat rencana penerbangan (flight plan track) saja pada radar. Namun jejak si burung besi telah menghilang.
"Hanya tampak flight plan radar saja. Jadi di radar itu flight plan itu rencana terbang mau ke mana lewat jalur mana kemudian realisasinya juga ada. Namun realisasinya hilang, yang tersisa hanya flight plan track saja," jelas dia.
Sesuai prosedur, ATC Jakarta menyatakan pesawat hilang kontak pada pukul 07.08 WIB sebagai tahap pertama. "Lalu tahap lanjutan, 20 menit kemudian kita nyatakan hilang pukul 07.28 WIB. Diikuti pukul 07.55 WIB, pernyataan pesawat hilang," tandas Djoko.
Hilang di Antara Pulau Belitung dan Kalimantan
Advertisement
Dalam penerbangannya, Pesawat AirAsia ini mengangkut 155 penumpang dan 7 awak pesawat. Di antara penumpang, 16 adalah anak-anak dan 1 bayi. Penumpang didominasi warga negara Indonesia, lainnya 1 WN Singapura, 1 WN Inggris, 1 WN Malaysia dan 3 WN Korea Selatan.
Pesawat tersebut dinyatakan hilang kontak saat berada di posisi antara Tanjung Pandan, Pulau Belitung, dan Pontianak, Kalimantan Barat. Di area ini, kata Kasubid Pengelolaan Citra Satelit BMKG Ana Oktavia, cuaca ekstrem, yakni badai dan petir memang sedang terjadi.
"Jadi saat itu, ada awan cumulonimbus (yang pekat). Sementara di Belitung sedang terjadi hujan ringan," kata Ana, seperti ditayangkan Metro TV.
Dia menjelaskan, pihak BMKG sebelumnya telah memberikan peringatan bagi para maskapai agar berhat-hati, untuk pesawat yang hendak menuju Singapura. "Dengan adanya awan cumulonimbus, itu berbahaya bagi penerbangan. Bisa terjadi turbulensi yang membahayakan pesawat itu.”
Hal senada juga dilaporkan WeatherBug, Badan Pemantau Cuaca Swasta yang bermarkas di Germantown, Maryland. Pihaknya menemukan bahwa di sekitar lokasi AirAsia QZ8501 terbang, tengah terjadi badai dan petir.
"Dalam data kami, tengah terjadi sambaran petir di jalur penerbangan AirAsia QZ8501," kicau @WeatherBug. "Citra satelit kami menunjukkan ada badai di sana."
Cuaca buruk diduga menjadi penyebab utama hilangnya AirAsia QZ8501. Pasalnya, maskapai AirAsia memastikan pesawatnya layak terbang, dan telah melakukan perawatan berjadwal terakhir 16 November 2014. Pesawat tersebut juga dibuat pada 2008.
Communications AirAsia Indonesia Malinda Yasmin mengemukakan, pesawat itu dalam kondisi laik terbang dan dikemudikan oleh pilot berjam terbang tinggi, Kapten Irianto. Sang pilot sudah mengumpulkan total 20.537 jam terbang, dan 6.053 jam terbangnya dengan AirAsia Indonesia.
"Sementara first officer (kopilot Remmi Emanuelle Plesel) memiliki 2.247 jam terbang," kata Malinda di Jakarta.
Pencarian Pesawat
Begitu pesawata dinyatakan hilang, proses pencarian langsung dilakukan. Tim pencari berada di bawah koordinasi Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Kementerian Perhubungan (Kemhub). "Kami mendukung penuh pihak otoritas penerbangan, dan kooperatif dalam proses investigasi yang tengah berlangsung," tandas Malinda.
Kapuspen TNI Mayjen TNI M Fuad Basya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/12/2014), mengatakan, TNI membantu mencari dengan mengerahkan 5 pesawat dan 3 KRI ke lokasi yang diperkirakan sebagai wilayah hilang kontak pesawat AirAsia QZ8501.
Fuad menambahkan, kelima pesawat tersebut adalah tiga dari TNI AU, yaitu satu pesawat Boeing 737 Surveilance yang diberangkatkan dari Lanud Halim Perdanakusuma, satu pesawat diberangkatkan dari Makassar dan satu pesawat Heli dari Pontianak. "Sedangkan dua pesawat lainnya yaitu pesawat patroli dari TNI AL," imbuh Fuad.
Disamping itu, TNI juga mengerahkan tiga kapal perang (KRI) menuju lokasi. Pengerahan 3 kapal itu dilakukan bersama dengan komponen lain untuk mencari pesawat yang sempat terpantau radar milik TNI AU yang berada di Korhanudnas HAS Hanandjoeddin.
Plt Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo mengatakan total jumlah armada yang dikerahkan untuk mencari AirAsia mencapai 7 pesawat.
Guna mencari pesawat tersebut, 5 negara tetangga mengatakan siap membantu. Bahkan kelima negara tersebut telah menawarkan bantuan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Negara Australia, Singapura, Inggris, Korea Selatan, dan Malaysia, mereka sudah siap membantu pencarian," ujar Ketua KNKT Tatang Kurniadi di Kantor Otoritas Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.
Dia mengaku menyambut baik tawaran bantuan tersebut. Namun saat ini pihaknya masih berupaya memaksimalkan semua sumber daya yang ada untuk mencari pesawat tersebut.
"Sementara ini semua tenaga masih dari Indonesia. Kita masih coba cari dengan semaksimal mungkin," tutur dia.
Tatang juga belum berani menyebutkan penyebab hilangnya AirAsia. Dia mengatakan, jajarannya masih melacak keberadaan pesawat tersebut lewat sinyal dari Emergency Locator Tramsiter (ELT) maupun sinyal Ping.
"Saya jarang berpikir terburuk, pegangan dari seorang investigator tidak boleh menempatkan spirit dalam posisi negatif. Jadi kita tetap optimis bisa ditemukan," ujar dia. (Sun/Ali)