Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai bingung menetapkan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, antara menerapkan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi soal penghapusan premium atau setara Ron 88 dan harga baru.
Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria mengatakan, pemerintah semakin bingung, antara mengikuti rekomendasi tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi secara apa adanya, menerapkan rekomendasi dengan modifikasi, atau menerapkan secara bertahap. Lantaran, belum ada keputusan tentang dijalankannya rekomendasi.
Advertisement
Ia menambahkan, Pemerintah pun memaksakan ada perubahan strategi mulai 1 Januari 2015, namun terkesan sangat belum siap.
"Meski belum dikaji secara komprehensif, namun kelihatannya Pemerintah seperti telah mengambil arah secara gegabah," kata Sofyano, di Jakarta, Selasa (30/12/2014).
Ia memperkirakan, langkah yang diambil pemerintah mengubah kebijakan harga BBM yang baru adalah dengan melepas harga ke pasar atau tanpa disubsidi seperti Pertamax untuk BBM jenis premium.
"Menghapus subsidi untuk BBM Premium RON 88 atau BBM RON 92, pada dasarnya pula melanggar UU Migas, karena sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa Pemerintah tetap bertanggung jawab atas harga BBM bagi golongan masyarakat tertentu, " paparnya.
Perkiraan kedua adalah, pemerintah akan menerapkan subsidi BBM tetap. Jika hal tersebut benar diterapkan, yang menjadi kekhawatiran saat harga minyak kembali melambung. Lantaran, subsidi tetap dapat membuat beban perubahan harga diserahkan ke rakyat karena pemerintah hanya mematok subsidi dengan nominal tertentu.
"Jika harga minyak kembali melambung setidaknya ke posisi diatas US$ 90 per barel ditambah melemahnya Rupiah , maka rakyat harus pula membayar harga BBM di atas harga subsidi seperti yang berlaku selama ini. Apalagi jika BBM subsidi telah ditetapkan Pemerintah dengan BBM RON 92, ini niscaya akan lebih memberatkan masyarakat," pungkasnya. (Pew/Ahm)