Pemerintah Tak Boleh Lupakan Konversi BBM Ke BBG

Indonesia harus mencontoh Brasil dimana negara tersebut menerapkan sistem 'double engine' untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan.

oleh Septian Deny diperbarui 31 Des 2014, 15:13 WIB
Pengendara motor bersiap mengisi bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (24/12). BPH Migas menyatakan kuota BBM bersubsidi tinggal 1,7% atau 782.000 kiloliter dari total yang dianggarkan dalam APBN-P 2014. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah hari ini secara resmi mengumumkan harga baru BBM jenis premium dan solar yang akan berlaku mulai 1 Januari 2015 pukul 00.00 WIB. Pada penetapan ini, kedua jenis BBM tersebut mengalami penurunan harga jual.

Namun menurut Pengamat Ekonomi, Aviliani, meski BBM mengalami penurunan harga, pemerintah tetap harus menggalakan program pengalihan (konversi) BBM ke bahan bakar lain, seperti gas.

"Dengan adanya penurunan ini, pemerintah tetap harus memikirkan konversi minyak ke gas," ujarnya di Jakarta, Rabu (31/12/2014).

Aviliani mengatakan, Indonesia harus mencontoh Brasil dimana negara tersebut menerapkan sistem 'double engine' untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bagi masyarakatanya.

Di Brasil, ketika harga minyak dunia murah maka masyarakatnya akan memakai BBM. Namun pemerintah negeri samba tersebut tetap dipersiapkan untuk energi alternatif lain selain BBM sehingga ketika harga minyak dunia naik, maka masyarakatnya bisa menggunakan energi alternatif tersebut.

"Jadi jangan mentang-mentang BBM turun tetapi pemerintah lupa soal konversi. Sebab kalau harga BBM naik, kita akan tetap punya masalah yang sama dan berulang-ulang," lanjutnya.

Di Indonesia, pemerintah bisa kembali mendorong program konversi BBM ke BBG seperti yang telah lama dicanangkan. Caranya yaitu dengan membantu SPBU dalam menyiapkan infrastruktur BBG, sehingga tidak hanya menjual BBM saja.

"Sekarang konversi gas ini tidak jalan kan karena SBPU-nya sedikit dan jaraknya jauh-jauh. Ini harus dipikirkan, karena dengan harga BBM turun, penerimaan migas kita juga turun. Jadi belum tentu defisitnya bisa berkurang drastis," tandasnya. (DNy/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya