Rupiah Tak Stabil, Perusahaan Harus Terapkan Hedging

Dari total perusahaan yang melakukan peninjaman modal asing, hanya sebagian kecil yang telah menerapkan mekanisme Hedging.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Jan 2015, 09:18 WIB
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan swasta maupun perusahaan yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai perlu segera menerapkan mekanisme lindung nilai atau hedging dalam proses transaksi yang menggunakan mata uang asing terutama Dolar Amerika Serikat. Salah satu transaksi yang perlu menerapkan mekanisme hedjing adalah transaksi peminjaman dana.

Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan, salah satu alasan pentingnya mekanisme hedging diterapkan oleh sebuah perusahaan karena saat ini kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sedang tidak stabil.

"Jadi kalau rupiah sampai pada level tertentu, utangnya bisa lebih besar dari pada aset. Karena ketika pinjam rupiah masih Rp 9 ribu, tiba-tiba sudah Rp 12 ribu. Makanya instrumen hedging harus mulai diterapkan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (4/12/2014).

Dia menjelaskan, dari total perusahaan yang melakukan peninjaman modal asing, hanya sebagian kecil yang telah menerapkan mekanisme hedging. Sedangkan sisanya masih belum sadar akan pentingkan mekanisme ini untuk melindungi dari resiko-resiko yang harus ditanggung perusahaan.

"Peminjam utang luar negeri dari swasta sekarang meningkat. Tetapi di antara mereka hanya 13 persen yang di-hedging dan itu menghasilkan rupiah," lanjutnya.

Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan di dalam negeri dinilai perlu memikirkan pentingkan mekanisme ini dan mulai diterapkan pada perusahaan masing-masing.

"Ini harus dikembangkan karena resikonya terlalu besar jika tidak di-hedging. Kebanyak dari mereka (perusahaan) peminjamnya sektor keuangan, sedangkan ini untuk pembiayaan disini tidak menghasilkan dolar," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya