Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia tercatat terus turun sejak pertengahan Juni hingga sempat menyentuh level US$ 51,46 per barel pekan ini. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan minyak terkemuka dunia seperti ExxonMobil, Royal Dutch Shell dan Total mengumumkan pemangkasan anggaran pengeluaran selama 2015.
"ExxonMobil, Royal Dutch Shell dan Total akan memangkas pengeluarannya di 2015, begitu pula dengan Chevron dan British Petroleum (BP) yang tampaknya merencanakan hal serupa," ungkap para analis di Moody's seperti dikutip dari keterangan resminya, Rabu (7/1/2014).
Advertisement
Di sektor tersebut, pemangkasan anggaran pengeluaran diperkirakan mencapai 25 persen atau lebih. Hal tersebut seperti yang ditunjukkan beberapa perusahaan produksi dan eksplorasi minyak dunia.
Direktur keuangan Moody's Steven Wood, menjelaskan penurunan harga minyak di tengah surplus produksi baru akan menyebabkan perusahaan minyak dunia berada dalam posisi sulit. Pasalnya, perusahaan tersebut juga terikat kontrak dengan perusahaan pengebor di berbagai negara.
Turunnya harga minyak akan memberikan tekanan pada kisaran level penjualan harian di 2015. Meski begitu, banyak juga perusahaan yang akan memperbarui kontrak pengeboran khususnya saat harga minyak terus menurun.
Bahkan 2016 diprediksi menjadi tahun yang lebih sulit bagi industri minyak jika harganya tetap berada di alur serupa seperti sekarang.
"Perusahaan minyak besar yang terintegarsi dapat mengambil langkah tepat saat harga minyak jatuh seperti membuat keputusan investasi dengan asumsi harga sekitar US$ 50-60 per barel. Itu lantaran banyak proyek yang membutuhkan tambahan waktu untuk diselesaikan," tutur para analis Moody's dalam laporannya. (Sis/Ndw)