Liputan6.com, Surabaya - Ekor pesawat AirAsia QZ8501 telah ditemukan 'karam' di Laut Jawa, dekat Selat Karimata. Namun Imam Sampurno (65) masih berharap ada mukjizat dari perairan tersebut.
Sudah 8 hari Imam bertahan di posko ante mortem Mapolda Jawa Timur. Sembari menunggu kabar anak, menantu, dan 2 cucunya, pria 65 tahun itu sesekali keluar dari tenda untuk menghilangkan jenuh.
Air bening di matanya menandakan duka amat mendalam. Imam adalah ayahanda Dona Indah (39), salah satu penumpang AirAsia QZ8501 yang hilang pada Minggu 28 Desember 2014. Dona menaiki pesawat nahas itu bersama suami, Bobi Sidarta (44) dan 2 anak mereka, Permatasari (16) dan Keisha Putri (10).
Advertisement
Kaos biru di badan Imam lusuh. Kretek setia menemani. Seorang keluarga korban lain datang menghampirinya. "Gimana, Pak Imam? Ada kabar Dona? Keluarga saya sudah, Pak," kata pria itu di Mapolda Jatim.
Imam pun menjawabnya, "Belum. Syukur kalau gitu. Hati-hati di jalan."
Mendengar jawaban itu, pria tersebut berusaha menyemangati Imam. "Sabar ya, Pak. Nanti pulang pasti anak Bapak," balas pria berkaos hitam itu.
Rayakan Ultah Si Bontot
Imam mengatakan, keluarga kecil itu pergi ke Singapura untuk liburan. Anak dan menantunya yang merupakan pengusaha properti di Malang itu meminta izin untuk berlibur 1 minggu.
"Dalam rangka jalan-jalan liburan sekolah sampai 4 Januari 2015. Tanggal itu cucu saya genap 11 tahun. Merayakan ultah Si Bontot di sana," ungkap Imam.
Ajakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk tabur bunga juga sudah ditolak Imam. "Kalau sudah mau final mendekati akhir pencarian baru kita mau ke sana. Doa bisa di mana saja," tutur Imam.
Rasa kangen ingin memeluk cucu tercinta terus menyeruak. Tak ada obat pengganti atas kerinduan itu. Imam menuturkan, janji untuk bermain dan menginap di Jalan Simpang Gading Nomor 16, Malang, bersama sang cucu, Keisha, juga belum bisa terpenuhi.
"Saya di Probolinggo. Saya mau main ke rumah cucu. Terakhir November saya dan istri main ke sana sudah janji Januari balik lagi buat main. Kangen," ucap dia.
Selanjutnya: Takut Seperti Lapindo...
Takut Seperti Lapindo
Takut Seperti Lapindo
Imam sedang kesal. Dia mengaku, pihak AirAsia mendekatinya dan istri, Endang Wirasmi (65) dan menawarkan uang kompensasi sebesar Rp 300 juta di muka pada hari ke-8 pencarian pesawat rute Surabaya-Singapura itu.
"Nggak lucu, jenazah belum diterima, uang disodorkan," cetus Imam di Mapolda Jatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/1/2015)
"Ditemukan jenazahnya dulu. Jangan bicara finansial, ini nggak etis. Lho cucu saya aja belum ketemu, sudah disodorkan uang," kata Imam kesal.
Menurut Imam, pihak AirAsia harusnya fokus saja dulu dalam proses pencarian. "Saya dan istri jelas menolak. Meskipun ada keluarga lain ada yang menerimanya, ada juga yang nggak menerima," ucap Imam.
Dia juga mempertanyakan dasar hukumnya. Yang jelas, kata Imam, sekalipun nantinya pencarian selesai, ia akan memperhatikan draft yang diajukan AirAsia. Imam takut seperti kasus lumpur Lapindo.
"Ini takut seperti Lapindo. Diberi DP, sisanya 8 tahun belum juga. Ya aku orang kampung ini, ndak ngerti. " tutur Imam.
Imam mengatakan, berdasarkan aturan pemerintah, satu orang penumpang yang meninggal dunia mendapat uang kompensasi sebesar Rp 1,25 miliar.
Karena itu, dia bersikeras belum mau menyentuh soal asuransi dan sementara fokus pada proses pencarian putri dan keluarganya. "Kalau Bu Risma (Walikota Surabaya) enak diurusi, kalau di tempat lain gimana?" ungkap Imam.
Presiden Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko membenarkan pihaknya memberikan Rp 300 juta bagi keluarga korban. Dia menyebut langkah itu sebagai inisiatif AirAsia.
"Keluarga ini punya konsekuensi keuangan. Ada yang mampu, ada yang tidak. Yang kami tawarkan itulah sebagian dari kompensasi final untuk membantu mereka menghadapi kesulitan keuangan yang timbul dari musibah ini," ujar bos AirAsia Indonesia itu. (Ndy/Yus)
Advertisement