Pangkalan Bun: AirAsia dan Kisah Parasut Pertama di Bumi Merdeka

Jauh sebelum terjadinya kecelakaan AirAsia QZ8501, Lanud Iskandar menjadi saksi sebuah peristiwa penting dalam sejarah.

oleh Oscar Ferri diperbarui 09 Jan 2015, 20:44 WIB
Petugas membawa dua jenazah perempuan korban pesawat AirAsia QZ8501 ke dalam pesawat CN 295 di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalteng, Rabu (7/1/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Pangkalan Bun - Kecelakaan AirAsia QZ8501 membuat Pangkalan Udara (Lanud) Iskandar di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, sibuk bukan main. Sebab, posisinya paling dekat dengan titik hilangnya pesawat yang membawa 162 orang di dalamnya itu. Maka, Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU) tipe C itu pun disulap sebagai posko utama pencarian.

Bukan kali ini saja, Lanud Iskandar menjadi saksi sebuah peristiwa penting dalam sejarah. Pada 17 Oktober 1947, 13 penerjun Angkatan Udara Republik Indonesia -- kini TNI AU -- ditugaskan untuk menyampaikan kabar kemerdekaan Indonesia kepada rakyat di Kalimantan. Sebab, tidak semua masyarakat tahu, republik ini sudah merdeka. Apalagi, mereka yang tinggal di pojok terpencil Nusantara.

Penerjunan di hari itu, adalah yang pertama dilakukan di Indonesia. Dengan gagah berani, saat penjajah masih bercokol di sebagian wilayah Indonesia, 13 penerjun melaksanakan tugas yang diperintahkan Gubernur Kalimantan saat itu, Muhammad Noor. Sang pemimpin daerah meminta AURI mengirim pasukan penerjun untuk membuka stasiun radio di Borneo, tepatnya di Pangkalan Bun.

Tujuannya, "Supaya informasi (proklamasi kemerdekaan) yang disampaikan ‎Presiden Soekarno sampai ke Kalimantan," tutur Komandan Lanud Iskandar Mayor Penerbang Jhonson Simatupang di sela-sela pencarian AirAsia QZ8501 di Pangkalan Bun.

Para penerjun AURI pun melompat dari Pesawat Dakota C-47 RI-002. Target mereka adalah mendarat di lapangan udara pernah dikuasai Jepang.

Sayang, target meleset. Ketiga belas penerjun 'nyasar' beberapa kilometer dari titik pendaratan yang direncanakan. Mereka menjejakkan kaki di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat. Semua gara-gara cuaca buruk.

Tak hanya diombang-ambingkan angin, 13 penerjun juga harus berperang melawan tentara Belanda saat berupaya mencari tempat untuk mendirikan stasiun radio.

Meski proklamasi telah dibacakan dengan lantang pada 17 Agustus 1945, Belanda belum rela melepas tanah jajahannya. Agresi Militer I dan II dilancarkan, salah satunya dengan cara menyerang pangkalan-pangkalan udara Jepang yang berhasil direbut pihak Indonesia. Salah satunya yang ada di Pangkalan Bun.

Perang melawan tentara Belanda yang masih bernafsu berkuasa, mengakibatkan 3 dari 13 prajurit penerjun tertembak. Dan sisanya ditangkap. Salah satu yang tertembak adalah Sersan Udara Iskandar, pemimpin operasi penerjunan.

Untuk mengenang jasa dan keberaniannya, Iskandar diabadikan menjadi nama pangkalan udara itu.


Selanjutnya: 3 Matra...


3 Matra

Personel TNI AL mempersiapkan helikopter yang akan digunakan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko untuk meninjau langsung evakuasi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501, Pangkalan Bun, Kalteng, Selasa (6/1/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

3 Matra

Dari peristiwa itu, bagi TNI AU, 17 Oktober 1947 mempunyai arti dan makna penting. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari kelahiran Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat/PGT) yang kini bernama Korps Pasukan Khas (Kopaskhas), pasukan khusus TNI AU.

PGT tugas utamanya melakukan pertahanan pangkalan udara dan penerjunan. ‎Apalagi pada 17 Oktober 1947, 13 penerjun tak cuma ditugaskan membuka stasiun radio induk untuk menghubungkan dengan stasiun radio di Yogyakarta. Tetapi juga melakukan penyempurnaan area untuk penerjunan selanjutnya.

‎Kopaskhas kini merupakan satuan tempur darat yang memiliki kemampuan 3 matra. Yakni udara, laut, dan darat. Jhonson mengatakan, pasukan Baret Jingga itu adalah pasukan pemukul yang siap diterjunkan di segala medan. Entah itu hutan, kota, rawa, sungai, maupun laut. Paskhas juga punya tugas tambahan yang tak dimiliki pasukan lain, yakni operasi pembentukan dan pengoperasiaon pangkalan udara depan (OP3UD).

Monumen bernama 'Operasi Penerjunan Pertama ‎Palagan Sambi juga didirikan sebagai peringatan momentum heroik itu. Letaknya di dekat Bundaran Pancasila, atau beberapa kilometer dari Lanud Iskandar.

Monumen Palagan Sambi ini diresmikan oleh Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Hanafie Asnan pada tahun 1998.

Di halaman depan monumen itu terdapat tugu Pesawat Dakota C-47 RI-002. Kapal terbang itu lah yang membawa 13 penerjun AURI pertama untuk melakukan operasi penerjunan pertama di Indonesia. 

Pesawat itu berwarna putih de‎ngan aksen hitam di beberapa bagiannya. Terdapat tulisan RI-002 di bagian bawah pada sayap kiri dan di bagian sirip atas pada ekornya. Di sirip atas pada ekor juga terpampang gambar bendera Merah Putih.

Selanjutnya: Guratan Nama...


Guratan Nama

Guratan Nama

Pada tugu Pesawat Dakota C-47 RI-002 itu juga terukir nama-nama para penerjun pertama AURI itu. Salah satunya nama Sersan Udara Iskandar.‎‎

‎"Itu pesawat asli. Setiap tahun kita melakukan perawatan agar tetap bersih dan tidak rusak," ucap Jhonson.

‎Tak cuma itu, untuk mengenang Sersan Udara Iskandar, seorang putra asli Kotawaringin Barat, maka TNI AU juga mendirikan 'Patung Iskandar' lengkap dengan pakaian tentara dan senjatanya. Patung Iskandar itu berada tepat di depan Gapura Lanud Iskandar. Patung tersebut diresmikan oleh Panglima Komando Daerah Udara (Pangkodau) II Marsekal Pertama TNI Sutiharsono tahun 1978.

Selain di depan Gapura Lanud Iskandar, 'Patung Iskandar' juga didirikan di Desa Sambi, lokasi penerjunan pertama Iskandar dan kawan-kawan. Patung Iskandar di Desa Sambi itu diresmikan oleh Kasau Masekal TNI Rilo Pambudi tahun 1995.

Meski punya arti penting dalam perjuangan Indonesia, Lanud Iskandar tak populer di telinga masyarakat Indonesia. Kalah ternama oleh Lanud Halim Perdanakusuma (Jakarta), Lanud Atang Sandjaya (Bogor), Lanud Husein Sastranegara (Bandung), atau Lanud Hasanuddin (Makassar). Menurut Jhonson, bahkan masih banyak yang tidak mengetahui di ‎mana Lanud Iskandar berada.

"Jangankan media, bahkan anggota TNI saja masih ada yang tidak mengerti ada Lanud Iskandar. Jadi tidak semua orang tahu dan pernah melihat Lanud Iskandar ini," ucap Jhonson. Hingga akhirnya, musibah AirAsia QZ8501 secara tidak langsung ikut mengenalkan pangkalan udara ini, ke masyarakat Indonesia, juga dunia. (Ndy/Ein)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya