Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang pembatasan Peninjauan Kembali (PK) hanya bisa diajukan satu kali, tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk menangani perkara.
"SEMA tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk menangani perkara. Hal ini karena SEMA hanya imbauan yang berlaku bagi internal MA," ujar Yasonna di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (9/1/2015).
Menurut dia, MA harus mengganti SEMA dengan Peraturan MA (Perma) lantaran bisa berlaku di semua lembaga penegak hukum.
Akan tetapi, lanjut Yassona, MA menyatakan tidak bisa menerbitkan Perma lantaran kewenangannya untuk membatasi PK hanya satu kali sudah diwadahi oleh Undang-undang (UU) MA dan Kekuasaan Kehakiman.
"Soal Perma, MA mengatakan lebih bagus janganlah, karena kami (MA) sudah punya peraturan sendiri. Dalam perundang-undangan Kekuasaan Kehakiman, PK itu kan satu kali. Di UU MA juga satu kali," jelas dia.
Yassona menuturkan, terdapat kewajiban bagi MA untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait PK yang bisa diajukan berkali-kali. Untuk itu, dia mengatakan pemerintah akan membuat PP agar pengajuan PK harus memenuhi syarat secara ketat.
Di tempat yang sama, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie membenarkan SEMA tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sehingga, perlu ada aturan yang bisa dipakai oleh semua lembaga penegak hukum.
"SEMA memang bukan peraturan. Hanya petunjuk bagi hakim. Wajar hakim harus memperhatikan itu. Semua penegak hukum harus tunduk pada PP," jelas dia.
Ketua DKPP yang diminta pandangannya itu pun menerangkan penerbitan SEMA merupakan bentuk pelanggaran MA atas perintah UU dan bukan penentangan terhadap putusan MK. Sehingga, MA sudah seharusnya menjalankan UU meski sudah dibatalkan oleh MK.
"Itu tugas pelaksana UU (MA), hanya menjalankan UU. Jangan disebut pelaksanaan putusan MK, tapi UU," tandas Jimly. (Mvi/Ado)
Menkumham: SEMA Soal Peninjauan Kembali Tak Bisa Jadi Acuan
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie membenarkan SEMA tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
diperbarui 09 Jan 2015, 22:23 WIBYasonna Laoly (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Putri Penguasa Dubai Luncurkan Parfum Divorce, Ubah Patah Hati Jadi Peluang Bisnis?
Terima Tantangan KNVB, Timnas Putri Indonesia Bakal Uji Coba Lawan Belanda
Pemerintah Siapkan Bantuan Pembangunan Rumah Terdampak Gempa Bandung-Garut 5.0, Cek Besarannya
Beli Water Purifier Ini di ACE Hardware Pakai BRI Dapat Harga dan Promo Spesial!
Hasil China Open 2024: Jonatan Christie Kalah, Tidak Ada Wakil Indonesia di Final
Hasil BRI Liga 1 Malut United vs Bali United: Menang 4-1, Serdadu Tridatu Putus Tren Minor
Menyelami Kepribadian Seseorang yang Gemar Travelling
Komisi I DPR Apresiasi Langkah Soft Approach TNI-Polri dalam Pembebasan Pilot Susi Air
6 Potret Inul Daratista Bareng Ibunda, Sebut Ibu Adalah Pemilik Doa dan Pelukan Terbaik di Dunia!
Brasil Denda X Milik Elon Musk karena Buka Kembali Layanan Meski Dilarang
Ukraina Larang Penggunaan Telegram pada Perangkat Resmi untuk Minimalkan Ancaman Rusia
Kurang Nekat, Fikri/Daniel Terhenti di Semifinal China Open 2024