Liputan6.com, Jakarta - Dari depan pusat sayur mayur di Pasar Senen, Jakarta Pusat, nampak beberapa pedagang tempe dan tahu menempati lapak-lapak mungil. Salah satu lapak paling ramai didatangi pembeli adalah milik Tasmudi.
Pria yang akrab disapa Pak Item ini cukup populer di kalangan pembeli maupun pedagang di pasar tradisional yang pernah mengalami musibah kebakaran tahun lalu.
Advertisement
Bagaimana tidak, Tasmudi sudah puluhan tahun memproduksi dan berdagang bahan pangan yang terbuat dari kedelai ini. Kedua tangan Pria asal Pekalongan, Jawa Tengah itu sangat terampil dan cekatan ketika melayani pembeli.
Kadang terlibat percakapan tawar menawar tahu dan tempe antara dirinya dan pembeli. Tentu disisipi logat Jawa medok khas Pekalongan.
Kepada seorang pembeli yang rewel dengan harga tempe dan tahu yang dibanderol, sesekali Tasmudi nyeletuk. "Tahu, tempe masa ditawar ah, malu-maluin," ucap dia saat ditemui di Pasar Senen, Jakarta, seperti ditulis Minggu (11/1/2015).
Tasmudi menjual tempe bervariasi, mulai dari harga Rp 4.000 per selonjongan kecil, Rp 8.000 per selonjongan sedang, dan Rp 10.000 per selonjongan besar. Sedangkan tahu dijajakan dengan harga Rp 700 per buah sampai Rp 4.000 per buah tergantung jenis.
Dia mengaku, produksi tempe dan tahunya berpusat di Johor Baru. Meski skala industri rumahan, namun dalam sehari dia mampu menggiling dua kwintal kedelai. Keuntungan bersih yang dikantongi mencapai Rp 500 ribu-Rp 600 ribu per hari.
Mau tahu siapa saja pelanggannya?. Tasmudi bilang, produksi tempenya sudah meringsek masuk ke hotel berbintang. "Langganannya Sahid Hotel. Biasanya mereka pesan dua hari sekali antara 40 kilogram (kg) sampai 50 kg tempe," tuturnya.
Pelanggan lainnya, kata dia, warga dari Pulau Seribu. Saat Liputan6.com mendatangi lapaknya, ada pembeli wanita yang menghampiri Tasmudi. Menurut Tasmudi, pelanggan itu berasal dari Pulau Seribu.
"Jadi mereka biasanya datang untuk borong tempe sampai puluhan kg. Tapi ada juga yang beli buat dibawa ke Singapura. Pelanggan ini seorang karyawan, dia beli untuk bosnya di Singapura, jadi tempe saya sudah naik kapal terbang," candanya.
Paling menyita perhatian kala Pak Item bercerita bahwa keluarga cendana rajin memesan tempe dan tahu setiap memasuki bulan puasa.
"Mba Tutut (Siti Hardijanti Rukmana) setiap bulan puasa full pesan tempe ke saya. Katanya buat buka puasa. Saat Pak Soeharto masih hidup, borong terus tempe saya sehari bisa Rp 1 juta sampai Rp 1,25 juta," bangga Tasmudi.
Menurut dia, ketenarannya berjualan tempe dan tahu tidak terlepas dari kualitas. "Saya pakai kedelai yang enak, tapi impor dari Amerika Serikat (AS). Dan penting menjaga kepercayaan pelanggan. Itu kuncinya," tutup Pak Item mengakhiri perbincangan. (Fik/Ahm)