BEM Aliansi Jakarta Gelar Aksi Tolak Dirjen Pajak di Istana

Mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan tracking terhadap tujuh calon Dirjen Pajak yang masuk di Panitia Seleksi.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Jan 2015, 18:30 WIB
Mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan tracking terhadap tujuh calon Dirjen Pajak yang masuk di Panitia Seleksi.

Liputan6.com, Jakarta Sekitar 120 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) aliansi Jakarta menggelar aksi demo di Istana Jakarta, Senin (12/1/2015). Aksi di tengah guyuran hujan deras ini menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan tracking terhadap tujuh calon Dirjen Pajak yang masuk di Panitia Seleksi (Pansel).

Koordinator aksi, Presiden Aliansi BEM Jakarta, Ahmad Taufik Akbar mengatakan, tracking dilakukan agar Presiden Jokowi tidak memasukan orang yang terindikasi korupsi dan memiliki rekening gendut bisa menjadi Dirjen Pajak. Tracking juga dilakukan agar peserta calon Dirjen Pajak yang memiliki sensasi bisa lolos dan menduduki jabatan penting di sektor penerimaan negara.

"Presiden harus melakukan tracking agar Dirjen Pajak diisi orang bersih," kata Ahmad Taufik Akbar yang berasal dari BEM Trisakti ini.

Seperti diketahui berdasarkan seleksi final Panitia Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Pansel Pajak), Kemenkeu yang dipublikasi melalui Pengumuman No PENG-11/PANSEL/2014, diketahui telah diloloskan 7 calon.

Namun lolosnya 7 calon Dirjen Pajak tersebut mengundang tanda tanya publik. Sebab, ada sejumlah nama yg sangat layak karena memiliki track record bagus justru tidak diloloskan. Apalagi Pansel juga tidak menjelaskan kriteria penilaiannya ke publik. Termasuk jika ada penilaian dari KPK maupun PPATK.

Padahal sebelumnya Pansel telah melakukan kesalahan dan kecurangan terkait beberapa hal, sebut saja ketika ada pembuatan makalah yang dilakukan Pansel, salah satu peserta tidak melakukan ketentuan yang diterapkan oleh pansel, ketentuan tersebut adalah peraturan, hanya gara gara lupa membawa kacamata dan suka gemetar kalau menulis cepat menggunakan komputer, sehingga pansel meloloskan penulisan makalah dengan tulisan tangan, di tambah lagi peserta yang baru beberapa bulan aktif dari cuti diluar tanggungan negara sehingga tidak memiliki DP3 tahun 2012 dan 2013 serta masih pelaksana tetap diloloskan sebagai peserta dan masih banyak lainnya lagi.

"Kami, sebagai mahasiswa kecewa, mahasiswa membuat makalah salah atau kurang sempurna saja di cacimaki oleh dosen, apalagi ini seleksi buat Dirjen Pajak, harusnya lebih selektif lagi," ujar Presiden Aliansi Mahasiswa Jakarta, Ahmad Taufik Akbar dari Universitas Trisakti.

Sementara ini rekam jejak 7 calon yang diloloskan sebagaimana telah banyak dilansir berbagai media dan laporan dari berbagai lapisan elemen masyarakat sangat mengkhawatirkan seperti Catur Rini Widosari ada isu miring yang terlibat kasusnya Gayus T. Dan skandal di beberapa perusahaan, Sigit Priadi P, diduga memiliki sejumlah aset miliaran rupiah, sementara dirinya hanya PNS. Suryo Utomo, diduga memiliki rekening lebih Rp.100M. Waktu data Rekening gendut dari PPATK th 2011 utk pegawai pajak saat itu ada Yaitu Suryo Utomo dan Catur Rini. Apalagi saat ini hanya Suryo Utomo hanya sebagai Pelaksana, karena cuti pendidikan selama 3 tahun dengn biyaya sndiri, Poltak Maruli Jhon Liberty Hutagaol, keluarganya memiliki perusahaan konsultan pajak, sehingga bisa ada konflik kepentingan dan diduda medapat fee USD untuk merger salah satu media serta 1 milyar dari Barito Grup dll, Puspita Wulandari, diduga menerima suap miliaran rupiah, yang lebih janggal lagi LHKPN nya memiliki hutang 40M, Ken Dwijusetiadi memiliki kebiasaan buruk, yang bersangkutan sebagai calon dirjen sebagai ALKOHOLIK

"Glitzering" apalagi proyek IT dan 10 juta NPWP fiktip belum terungkap secara terbuka, Rida Handanu yang juga calon unik, karena kebiasaan dan hoby Karaoke di tempat yg tidak patut di tiru, dia terlibat dalam berbagai kasus besar yang tertangkap tangan oleh KPK, namun dirinya selalu lolos dan hanya bawahannya yang kena ciduk.

"Dengan adanya catatan catatan rekam jejak di atas, maka pantas jika kami meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk berhati hati mengambil keputusan," ujar BEM Jakarta di depan Istana Merdeka.

Lebih jauh para pendemo itu juga berharap, agar pansel yang sudah melaksanakan tugasnya dengan tidak terhormat agar di periksa oleh pihak terkait dan menindak tegas atas keputusan dan penilaian yang tidak sportif.

"Dugaan kami ada skandal dan ada kepentingan terselubung," ujar Ahmad Taufik Akbar menegaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya