Liputan6.com, Chicago - Mengawali pekan ini, harga emas makin berkilau seiring bursa saham Amerika Serikat (AS) yang melemah. Kenaikan harga emas juga ditopang dari harapan investor kalau suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) bakal naik.
Harga emas naik ke level tertertinggi sejak 11 Desember 2014 di kisaran US$ 1.235, dan naik 1 persen ke level US$ 1.234 per ounce. Mengutip laman CNBC, Selasa (13/1/2015), harga emas berjangka untuk pengiriman Februari menyentuh level US$ 1.232,80 per ounce, dan level tertinggi sejak 22 Oktober.
Advertisement
Sementara itu, harga perak melemah 0,1 persen ke level US$ 16,46 per ounce, sedangkan harga platinum menguat 0,1 persen ke level US$ 1.226,60 per ounce.
Data nonfarm payrolls menunjukkan upah di Amerika Serikat menunjukkan penurunan terbesar dalam delapan tahun ini, meski payrolls naik 252 ribu. Data tambahan itu menunjukkan adanya harapan bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga, dan ini dapat membantu harga emas.
"Pasar sekarang didominasi debat prediksi The Fed terhadap data tenaga kerja, pertumbuhan PDB, upah, dan inflasi. Lalu bagaimana fokus mereka akan mempengaruhi waktu kenaikan suku bunga," ujar Analis Societe Generale, Robin Bhar.
Dia menambahkan, di sisi lain, ada peristiwa penting seperti pertemuan bank sentral Eropa yang akan memutuskan kebijakan moneternya pekan depan, lalu pemilihan umum di Yunani yang akan mendukung harga emas hingga akhir bulan. Sentimen itu mendorong pelaku pasar membutuhkan aset safe havens.
Sementara itu, dolar menguat 0,4 persen terhadap mata uang utama lainnya. Harga minyak kembali jatuh ke level terendah sejak April 2009.
Harga minyak semakin turun ini dapat mempengaruhi harga emas, karena pelaku pasar akan mengurangi kebutuhan emas untuk lindung nilai. Akan tetapi, bursa saham AS melemah karena harga minyak dapat mendorong permintaan untuk komoditas logam. (Ahm/)