Kuasa Hukum Terpidana Mati Namaona Denis Tolak Eksekusi

Namaona Denis terlilit kasus kepemilikan heroin. Ia ditangkap petugas Bandara Soekarno Hatta karena membawa heroin seberat 1.000 gram.

oleh Idhad Zakaria diperbarui 16 Jan 2015, 19:58 WIB
Ilustrasi Eksekusi Penembakan

Liputan6.com, Cilacap - Satu di antara 6 terpidana mati yang akan segera dieksekusi, Namaona Denis (48), warga negara Malawi, menolak eksekusi. Hal ini diungkapkan kuasa hukum Denis, M Choirul Anam, usai menjenguk di Lembaga Permasyarakatan Besi Nusakambangan, Jumat (16//2015).
 
Sang kuasa hukum mengatakan, pihaknya saat ini sedang melakukan gugatan kepada Kepala Pengadilan Negeri Tangerang di PN Jakarta Pusat tertanggal 15 Januari 2015 kemarin. Gugatan ini dilakukan setelah pada 29 Desember 2014 lalu saat akan mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) ke 2 ke PN Tangerang ditolak.

“Kasus Namaona Denis tidak boleh ada eksekusi, apapun alasan dari Jaksa Agung dan Presiden. Pendaftaran PK ke-2 ditolak tanpa ada penjelasan dari PN Tangerang. Karena itu saya gugat Kepala PN Tangerang di PN Jakpus. Jadi kasus tetap berjalan,” ujar Choirul Anam di Dermaga Wijayapura, Cilacap.
 
Menurut dia, selain itu sudah ada surat dari Komnas HAM perihal penyampaian permintaan penundaan eksekusi mati terhadap Denis.
 
Ia menyayangkan, satu hal yang dianggap paling fatal, yakni dengan tidak adanya pemberitahuan dipindahkannya Denis dari Lapas Tangerang ke Nusakambangan untuk dieksekusi. Sehingga tidak ada barang-barang lain yang dibawa selain pakaian yang dipakainya saat pemindahan.

Bukan hanya pakaian yang tidak dibawa, tapi juga cincin kawin dengan isterinya, Dewi Retno Atik, juga tak terbawa. Hal ini membuat Denis tampak tertekan dengan eksekusi ini.

Namaona Denis terlilit kasus kepemilikan heroin. Ia ditangkap petugas bandara Soekarno Hatta karena kedapatan membawa heroin seberat 1.000 gram. Serbuk putih itu dibungkus seperti kapsul kemudian ditelan.

Pengadilan Negeri Tangerang pada 4 September 2001 menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk Denis. Ia pun mengajukan banding, tapi Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 15 Oktober 2001 justru menjatuhkan hukuman mati. Vonis itu diperkuat Mahkamah Agung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya