Bripda Taufik yang 'Menampar' Nurani

Siapa yang tak terenyuh mengetahui seorang polisi muda berpangkat bripda tinggal di bekas kandang kambing bersama ayah dan 3 adiknya.

oleh Yulia LisnawatiYanuar HPutu Merta Surya Putra diperbarui 17 Jan 2015, 00:12 WIB
Dhanelicious/Twitter

Liputan6.com, Jakarta - Dia bukan jenderal, politisi, apalagi selebritis. Namun, kesederhanaan hidup yang dia jalani berhasil mencuri perhatian publik. Siapa yang tak terenyuh mengetahui seorang polisi muda berpangkat brigadir polisi dua (bripda) tinggal di bekas kandang kambing bersama ayah dan 3 adiknya.

Ini bukan sinetron atau telenovela, tapi kisah nyata yang bisa ditelusuri ke Desa Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta. Di kampung inilah Bripda Muhammad Taufik Hidayat tinggal sejak 2 tahun terakhir, di sebuah bangunan yang dia sewa Rp 170 ribu per tahun.

Menamatkan pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Selopamioro akhir 2014 lalu, Taufik menegaskan bergabung dengan korps kepolisian adalah cita-citanya sejak lama.

"Cita-cita saya memang jadi anggota Polri. Insya Allah bisa memberi kebanggaan pada keluarga," ucap Taufik saat ditemui di rumahnya Kamis 15 Januari 2015.

Polisi yang sehari-hari bertugas di Direktorat Sabhara Polda DIY ini mengaku dengan menjadi polisi dirinya berharap bisa membantu ekonomi keluarga yang selama ini sangat pas-pasan. "Saya tak mau terpuruk oleh keadaan dan harus bisa bangkit," tegas anggota polisi kelahiran 20 Maret 1995 ini.

Wajar kalau Taufik ingin mengubah hidup. Dilihat dari kondisinya saat ini, kehidupan Taufik bersama ayah dan 3 adiknya bisa dibilang memprihatinkan. Bayangkan, rumah kontrakan yang ditempati Taufik adalah bangunan semi permanen yang dulunya digunakan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya.

Bahkan, tak jauh dari rumahnya terlihat beberapa kandang sapi lain milik warga. Aroma khas kandang sapi pun menjadi pewangi seisi rumah. Batako yang melapisi rumah itu tidak mampu menutup seluruh bangunan rumah. Bahkan, banyak rongga di dinding yang tak bisa ditutupi.

Tak terlihat pula daun pintu, selain kain seadanya yang digantung untuk menutupi jalan masuk ke dalam rumah. Selain itu, jika hujan turun, dipastikan air akan gampang masuk karena atap rumah yang sudah banyak bocor.

Di dalam rumah kondisinya tak kurang memprihatinkan. Selain ruangan yang sempit, hanya satu kasur yang tersedia untuk ditiduri penghuni rumah. Seragam dinas Taufik pun hanya digantungkan di seutas kabel yang melintang di tengah rumah.

Kini, bangunan berukuran 3x4 meter itu menjadi istana bagi Taufik bersama ayahnya Priyanto dan ketiga adiknya Muhammad Agus Prasetyo (kelas 2 SD), Muhammad Hafis Hidayat (kelas 3 SD) dan Latifah Nur Hidayah (kelas 1 SMK).

"Rumah sudah nggak muat buat ditiduri. Saya sering sedih, soalnya kalau saya tidur di dalam rumah, Bapak terpaksa tidur di luar rumah," jelas Taufik.

Akibat Perceraian Orangtua

Taufik menceritakan awal mula keluarganya tinggal di bekas kandang sapi. Yakni lantaran orangtuanya bercerai. Taufik dan adiknya ikut sang ayah. Setelah itu, rumah dijual dan uang hasil jual rumah hanya bisa digunakan untuk membeli mobil pikap sebagai modal usaha dan sewa lahan di kandang sapi itu.

"Rumah waktu itu kan sejak Bapak Iu cerai rumah dijual sama Ibu. Rencananya mau bikin rumah lagi nggak bisa. Akhirnya saya sama adik-adik dan  Bapak di situ dan Ibu saya nikah lagi. Anak-anak semuanya ikut Bapak," ujar polisi yang punya hobi nyanyi itu.

Sudah cukup lama Taufik tinggal terpisah dengan ibunya. Walau demikian, Taufik tetap berkomunikasi dengan wanita yang melahirkannya itu. Bahkan saat diterima jadi polisi, ia sempat menelepon sang bunda.

Meski dengan kondisi keluarganya seperti ini, Taufik mengaku dirinya tak mengizinkan adik-adiknya ikut dengan ibunya. Hal itu lantaran Taufik ingin dirinya yang bertanggung jawab untuk mengurus adik-adiknya.

"Ibu tahu saya jadi polisi, ya jelas senengnya anaknya jadi polisi. Selama saya sudah di polda ini belum pernah ketemu, soalnya di Bogor. Komunikasi lewat HP sering. 1 tahun nggak ketemu dengan ibu. Ibu pernah datang ke rumah. Saya nggak bolehin ikut Ibu, ya alasanya saya yang tahu. Intinya saya ingin tanggung jawab adik-adik saya," jelas dia.

Terpisah dari sang Ibu, dia mengaku pernah melihat adik-adiknya menangis karena merasa kangen. Namun dia berusaha selalu menghibur agar adiknya tetap tegar dan kuat. "Adik saya nangis ya paling kangen sama Ibu saya. Tapi kan dia banyak main sama temennya. Jadi nggak gitu sedih ya. Ada lah rasa sedih tapi nggak pernah nangis kenceng," kata Taufik.

Selain itu, Taufik mengaku pernah memiliki seorang kekasih. Namun karena ingin fokus mengejar cita-cita sejak masuk sekolah polisi, ia akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkan perihal hubungan cinta.

"[Belum punya pacar]( 2161677 ""). Dulu pernah punya pacar pas masuk sekolah itu saya fokus ke sekolah. Nggak kepikiran lagi. Belum kepikiran. Yang penting adik-adik saya sekolah dulu," tandas Taufik.

Bangga Jadi Polisi

Namun, semua itu tak membuat semangatnya menjalankan tugas sebagai anggota Polri menjadi tergerus. Sebaliknya, setiap pagi dengan langkah tegap dia menyusuri jalan menuju tempat tugasnya.

"Ya, kadang jalan kaki, kadang berlari ke Polda (DI Yogyakarta) sekitar 5-7 kilometer. Pernah juga saya dihukum karena terlambat," ucap Taufik yang mengaku tak punya kendaraan sendiri menuju tempatnya bertugas.

Bahkan tak jarang dia meminjam sepeda milik tetangganya. "Pernah minjam tetangga. Tapi nggak enak juga karena selalu minjem, Mas. Ya sudahlah jalan saja," ujar Taufik.

Putra dari pasangan Priyanto dan Martinem ini mengaku tidak pernah menangisi keadaan agar adik-adiknya dapat meniru ketegaran hati demi masa depan. "Adik saya juga jalan kaki ke sekolah. Jaraknya juga satu kilometer. Tapi sekarang sudah punya sepeda," ucap alumni SMKN 1 Sayegan itu.

Taufik menegaskan, semua kondisi itu diterimanya dengan lapang dada lantaran kebanggaan menjadi anggota polisi telah mengalahkan semua kekurangan yang ada.

"Waktu baru jadi polisi saya sempat nggak percaya. Bahkan, setelah dilantik juga belum percaya, sampai-sampai saya minta Bapak untuk menampar saya biar yakin kalau ini bukan mimpi," cerita Taufik.

Semangatnya makin bertambah karena dia tahu sang ayah dan adik-adiknya sangat mendukung serta memiliki kebanggaan yang sama atas profesi yang kini dia jalani. Hingga kini, Taufik masih ingat dengan ucapan ayahnya yang seorang buruh bangunan itu.

"Waktu dilantik (jadi polisi) saya dipeluk Ayah. Kata Ayah saya, kalau seorang anak jadi lebih baik dari orangtuanya, itu akan membuat bangga orangtua manapun," ujar Taufik dengan mata berkaca-kaca.

Apa yang disampaikan Taufik dibenarkan ayahnya. Priyanto mengaku memilih tinggal di antara puluhan kandang sapi dan kambing karena tidak ingin bergantung kepada orang lain. Ia mengaku sebenarnya memiliki sanak keluarga yang bisa memberinya tumpangan, Tapi dia tidak mau bergantung dan menyusahkan orang lain.

"Nggak pengin ke rumah saudara. Sebenarnya ada saudara punya rumah luas, tapi saya cuma pengin sendiri. Tidak ingin menyusahkan orang lain," ujar dia.

Rasa bangga terasa dari kata-kata Priyanto saat membicarakan anak sulungnya itu. Ia teringat saat disuruh Taufik menampar Taufik, setelah sang anak lulus dari sekolah kepolisian dan dilantik menjadi anggota polisi. Saat mengenang peristiwa itu, Priyanto tiba-tiba menitikkan air mata.

"Nggak ngira kalau Taufik lulus. Saya terenyuh, sampai anak saya jadi ini," ujar ayah Taufik.

Priyanto mengaku, semua yang terjadi karena sikap sederhana yang selalu diajarkan kepada anak-anaknya. Prihatin, itulah kata yang selalu diucapkan Priyanto dan terekam ke kepala anak-anaknya hingga Taufik diterima di kepolisian.

"Saya prihatin istilahe orang Jawa. Betah ngeleh (kuat lapar) dikit dikit gitu lho. Ya saya nggak makan 3 hari saya lakoni supaya anak bisa makan," ujar dia sembari sesunggukan.

Pada akhir pertemuan, terucap harapan tulus dari sang ayah agar kelak anaknya dapat sekolah lagi dan bisa sukses dalam karier. Ia berharap agar anaknya dapat bekerja keras dalam menjalankan tugasnya.

"Ya harus kerja keras. Harapannya, ya moga bisa kuliah lagi sekolah lagi apa yang dicapai mundak pangkat itu lho," ungkapnya dengan polos.

Taufik mengaku tidak masalah dengan keadaan hidupnya bersama sang ayah dan adik-adiknya. Ia mengakui, rumah yang dihuninya tidak memadai untuk adik-adiknya yang masih kecil. Nyamuk sudah menjadi kawan akrab, dan ular sesekali datang ke rumahnya.

Ia pun mengaku jika keluarganya masih menggunakan sungai untuk kebutuhan MCK. "Kalau ke belakang ya di sungai sebelah rumah itu, Mas. Di sebelah timur rumah itu kan ada kali ya di situ," ujar Taufik datar.

Di lingkungannya, Taufik dikenal baik dan soleh oleh para tetangga. Anggota Dit Sabhara Polda DIY itu juga aktif dalam kegiatan kepemudaan di Kampung Jongke Tengah.

"Pribadinya bagus, agamanya bagus, sama orangtuanya dan pemuda aktif juga. Anaknya rajin, soleh. Silakan saja tanya tetangga lainnya," kata seorang tetangga Taufik bernama Basuni di Sleman.

Sebagai tetangga, Basuni mengaku mengenal betul perjalanan hidup Taufik sekeluarga. Dia mengungkapkan, sang polisi harus hidup di bekas kandang sapi sejak perceraian kedua orangtuanya.

"Rumahnya kan dijual ibunya, akhirnya nggak punya rumah dan tinggal di kandang ini. Sebagai tetangga, [saya ya kasihan, Mas]( 2161869 ""). Tapi juga nggak bisa bantu, cuma sedih saja," ujar dia.

Perhatian Terus Berdatangan

Kabar tentang kondisi hidup Taufik yang memprihatinkan ternyata sampai ke telinga atasan serta rekan-rekan sekerjanya. Ingin membuktikan kebenaran cerita itu, Dir Sabhara Polda DIY Kombes Pol Yulza Sulaiman memutuskan mendatangi kediaman anak buahnya itu.

Bersama sejumlah staf Sabhara Polda DIY, Yulza pun mendatangi sendiri 'istana' milik Taufik. Sesampainya di depan bekas kandang sapi itu, hati Yulza pun terenyuh. Namun, di antara perasaan itu, rasa bangga menyelimuti sang atasan.

"Saya bangga karena Bripda Taufik memiliki kemauan dan etos kerja lebih dari temannya. Terlihat dari upaya dia ke kantor dengan jalan kaki dengan jarak yang jauh," kata Yulza.

Setelah melihat sendiri hidup yang harus dijalani bawahannya itu, Yulza berniat untuk meminjamkan 1 sepeda motornya kepada Taufik.

"Setelah tahu kondisi ini saya siapkan sarana tempat tinggal di atas di aula barak. Saya pinjamkan kendaraan roda dua selama dia beraktivitas di sini. Ke depannya kita akan lakukan lebih lagi," ujar Yulza.

Yulza pun mengimbau rekan-rekan Taufik yang lain untuk meniru semangat polisi muda tersebut. "Motivasi dia tetap disiplin datang tepat waktu. Dia mempunyai motivasi yang tinggi untuk merubah dirinya sendiri. Ini harapannya mempengaruhi di korpsnya bisa memberi motivator ke rekan kerja lainnya. Keterbatasan sisi material tidak pengaruhi kondisi," ujar dia.

Di sisi lain, Yulza meminta Taufik tetap rendah hati jika nanti sukses. Pemberitaan mengenai sosoknya yang sederhana jangan sampai membuat lupa diri. Dia mengingatkan adanya kasus polisi yang tenar setelah jadi bahan pemberitaan, lalu berubah jalur ke dunia hiburan, yaitu Norman Kamaru. Yulza meminta kepada Taufik agar belajar dari kasus Briptu Norman tersebut.

"Kalau dia kan sudah briptu, kakaknya dia kan. Nah dia kan baru bripda masih baru, makanya jangan sampai dia lupa siapa dirinya. Baju dia apa, polisi kan," ujar Yulza di Yogyakarta.

Dia mengingatkan kepada Taufik agar tidak berpaling dari cita-citanya, tetap konsisten, dan kerja keras. Ia ingin melihat anak buahnya sukses di kepolisian. "Apa yang sudah kamu pupuk cita cita dari awal jangan pernah padam. Sekarang kamu jadi polisi maka kamu tingkatkan," imbaunya.

Wakil Direktur Sabhara Polda DIY AKBP Pri Hartono juga berpesan kepada Taufik untuk memegang prinsip hidup yang sudah dipegangnya. Dia berharap, Taufik tidak melupakan siapa dirinya yang berasal dari korps kepolisian.

"Yang jelas jangan sampai lupa siapa dirimu. Jadilah dirimu sendiri prinsip komitmen bahwa kamu adalah anggota insan Bhayangkara. Jangan lupa diri," kata dia.

Tidak hanya mengundang simpati atasan dan rekan kerjanya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga menaruh empati atas kondisi Taufik. Pri Hartono mengatakan, Ahok melalui staf khususnya telah menghubungi untuk memberikan bantuan kendaraan bagi Taufik.

"Tadi stafnya Pak Ahok, Bu Ririn mau kasih bantuan. Silakan kalau mau milih kendaraan apa. Saya yakin dia tidak mau memilih mobil. Tidak akan mau. Dia dapat rezeki ya diterima saja. Silakan," ujar Pri kepada Wartawan di Mako Polda DIY.

Semangat hidup Taufik juga mengundang perhatian Kompol Dedy Muryi Haryadi yang bertugas di Poso, Sulawesi Tengah. Dia berjanji akan memberi Taufik seekor kambing.

Pri menyebutkan bantuan kambing itu mungkin ditujukan untuk Priyanto, ayah Taufik agar bisa beternak. "Ada Pak Ahok sama yang mau ngasih kambing tadi junior saya di Poso," ujar dia.

Selain para tokoh, sejak jauh hari empati juga diperlihatkan rekan-rekan dan senior Taufik di Polda DIY. Mereka patungan membantu sang junior yang saat ini tak memiliki uang sepeser pun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Dia dikasih kakak-kakak seniornya. Bantingan (patungan) kakak-kakak seniornya. Sampai terkumpul Rp 370 ribu. Buat dia makan dan keperluan lain. Dia kan nggak punya duit. Kakak seniornya menjamin selama di sini makannya ditanggung," ujar Pri yang diamini Taufik.

Namun, semua pemberian itu diharapkan Pri tidak membuat Taufik lupa diri. "Pemberian itu pasti dia tetap terima. Boleh empati, tapi jangan sampai menganggu dia," pungkas Pri.

Taufik memang beda, karena dia muncul ketika publik sedang terlena dengan cerita tentang pejabat kepolisian yang diduga punya simpanan uang berlimpah. Selain itu, tanggung jawab yang diperlihatkan Taufik kepada ayah dan adik-adiknya menyadarkan banyak orang kalau nilai-nilai keluarga belum sepenuhnya hilang.

Mungkin setelah ini kehidupan Taufik akan berbeda dan wajar kalau kita berharap kehidupannya akan menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kita lebih berharap Taufik tetaplah menjadi polisi yang baik, dengan kehidupan yang lebih baik juga tentunya, agar dia bisa fokus bekerja sebagai bhayangkara negara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya