Liputan6.com, Cilacap - Retno Dewi istri dari terpidana mati Namaona Denis (48) WN Malawi mengunjungi sang suami ke Lapas Nusakambangan, Sabtu siang. Setelahnya, ia mengaku diberikan sepucuk surat.
Didampingi kuasa hukum Denis, M Khoirul Anam, Retno menyebutkan surat itu berisi pengakuan sang suami --yang akan dieksekusi mati Minggu 18 Januari 2015 dini hari nanti-- sebagai seorang miskin yang bangkrut. Juga posisinya sebagai kurir, bukan bandar.
"Saya mohon maaf atas segala kesalahan. Saya mohon kepada masyarakat mengerti perjuangan saya mencari keadilan," kata Denis dalam suratnya yang dibacakan Dewi sambil terisak di Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (17/1/2015).
Ia menambahkan, hukum belum berlaku objektif terhadap suaminya. Sehingga eksekusi tersebut dianggap telah menghancurkan kehidupannya dan keluarga.
"Dia bukan gembong atau otak intelektual dari masalah ini. Suami saya hanya orang miskin yang bangkrut. Dia terpaksa menerima pekerjaan menjadi kurir karena ingin bertemu dengan keluarganya di negaranya," jelas dia.
Sambil terus menangis, Dewi mengatakan, suaminya selalu diajukan untuk dieksekusi. "Dia tidak dianggap sebagai manusia. Sudah 4 kali ini ia direncanakan untuk dieksekusi," tutur dia.
Advertisement
Menurut Retno, sang suami adalah orang yang baik. "Upaya hukum yang dilakukan tidak didengar," papar dia yang juga meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia atas segala kesalahan Denis.
Lanjut Retno, suaminya tak memberikan pesan terakhir saat kunjungannya. Sebab ia yakin Denis sedang mencari keadlian yang belum pernah didapatkan.
"Kita berserah diri kepada Allah. Saya tidak pernah yakin suami saya akan mati hari ini. Saya hanya yakin, yang dapat membunuh suami saya hanya Tuhan, bukan manusia," ucap dia.
Retno juga mengaku kecewa kepada Presiden Joko Widodo karena tidak mencermati isi grasi yang diajukan, dengan tendensi sertifikat kelakuan baik yang dikeluarkan oleh Lapas Tangerang.
Kuasa hukum Namaona Denis, Choerul Anam mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati terhadap Namaona Denis harus ditunda karena ada proses hukum yang sedang berjalan. Pihaknya telah mengajukan gugatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bahkan, lanjut dia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan surat rekomendasi agar pelaksanaan eksekusi terhadap Namaona Denis ditunda hingga adanya putusan atas gugatan tersebut.
Berikut isi lengkap sepucuk surat dari terpidana mati Namaona Denis:
Isi Surat dari Terpidana Mati Namaona Denis
Berikut isi lengkap sepucuk surat dari terpidana mati Namaona Denis:
Assalamualaikum.
Saya Namaona Denis...orang miskin yang bangkrut dan terpaksa menjadi kurir.
Saya bukan bandar narkoba. Kepada Bapak Presiden dan seluruh rakyat Indonesia, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan saya karena sebagai manusia, saya tidak lepas dari kesalahan.
Perubahan hukuman saya dari seumur hidup menjadi pidana mati telah 14 tahun merampas keadilan yang sampai saat ini saya perjuangkan.
Saya mohon kepada masyarakat memahami perjuangan saya memperoleh keadilan agar tidak ada orang lain mengalami perlakuan seperti saya. Karena ternyata berkelakuan baik dan patuh pada aturan hukum di negara ini saja tidak cukup untuk memperoleh keadilan.
Karena itu, melalui surat ini, saya masih terus memperjuangkan keadilan yang tidak pernah saya dapatkan.
Dan atas nama saya dan keluarga, berkali-kali saya memohon ampun kepada Alloh dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
Wassalam mualaikum warohmatulohi wabarokatuh.
Demikian isi surat yang ditulis dan ditandatangani Namaona Denis.
Kejaksaan Agung akan mengeksekusi 5 terpidana mati kasus narkoba di Pulau Nusakambangan pada Minggu (18/1) dini hari. Kelimanya adalah Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara Indonesia.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga akan mengeksekusi mati terpidana mati kasus narkoba lainnya, yakni Tran Thi Bich Hanh (37) warga negara Vietnam di Boyolali, Jawa Tengah. (Tnt/Sss)
Advertisement