Liputan6.com, Los Angeles Sejak rilis resmi via online 24 Desember 2014, The Interview sudah mengumpulkan pemasukan USD 40 juta atau setara Rp 501 miliar dari format video on demand (VOD). Demikian data resmi yang dilansir studio Sony Pictures yang dikutip Variety, Selasa (20/1/2015).
Pertanyaan besarnya, untung atau rugikah The Interview?
Advertisement
Sebelum menjawabnya, The Interview sudah menorehkan rekor tersendiri untuk film yang besar yang dirilis via online. Dikatakan Sony Pictures, yang dikutip Variety, sebanyak 5,8 juta kali filmnya sudah dibeli atau disewa orang via online dari Rabu, 24 Desember 2014 sampai 18 Januari 2015.
Meski angka di atas terbilang besar. Masih belum jelas filmnya rugi atau untung. Sebab, bujet produksi dan promosi The Interview, dikatakan Variety, mencapai USD 75 juta atau setara Rp 940 miliar. Filmnya rilis terbatas di sedikit bioskop Amerika. Hasil dari bioskop Amerika kurang bagus, hanya USD 6 juta atau Rp 75,1 miliar.
Berapa Kerugian Sony?
Berapa Kerugian Sony pictures?
Angka USD 40 juta dari pemasukan penonton online ditambah USD 6 juta dari bioskop masih jauh dari modal USD 75 juta yang dikeluarkan Sony.
Sementara itu, organisasi persatuan pengusaha bioskop Amerika Serikat, NATO (National Association of Theater Owners ) belum lama ini merilis pernyataan, yang dikutip Hollywood Reporter, Sony Pictures kehilangan pemasukan USD 30 juta (setara Rp 375 miliar) atas keputusan merilis The Interview lewat online.
Organisasi NATO tampaknya beranggotakan dari jaringan bioskop besar yang tak merilis The Interview.
Sekadar mengingatkan, jadwal rilis The Interview tepat hari Natal lalu di bioskop-bioskop besar AS batal setelah ancaman dari hacker. Setelah dapat kritik, termasuk dari Presiden Barack Obama, Sony kemudian mengambil keputusan tetap merilis film yang berkisah tentang pembunuhan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tersebut lewat format video on demand (VOD) secara online. Sejumlah bioskop independen memutuskan tetap memutar filmnya.
Dalam analisis petinggi NATO, pemasukan Sony Pictures dari peredaran internasional The Interview juga diyakini takkan banyak. Alasannya, dengan rilis format online, berbagai copy filmnya dalam benntuk unduhan ilegal atau DVD bajakan sudah tersedia di mana-mana di seluruh dunia.
Diyakini, Sony mungkin sekali hanya dapat tambahan USD 10 juta dari peredaran bioskop luar Amerika.
Dikutip Hollywood Reporter, sumber-sumber Sony mengatakan bujet The Interview hanya sekitar USD 40 juta. Sedang bujet promosinya tak sampai USD 20 juta akibat filmnya tak tayang di jaringan bioskop besar.
Well, kalau begitu mari kita hitung ulang. Bujet produksi plus bujet promosi: USD 60 juta. Pemasukan, penjualan online: USD 40 juta, bioskop Amerika: USD 6 juta, Sony dapat setengah USD 3 juta, bioskop luar Amerika: USD 10 juta. Hasilnya ada selisih kerugian USD 7 juta dari modal yang dikeluarkan Sony untuk film The Interview.
Advertisement
Berpikir Sebelum Bertindak
Berpikir Sebelum Bertindak
Lantas, apa arti angka-angka di atas?
Di tengah perubahan zaman kian banyak orang menonton via online, pemasukan dari bioskop masih dianggap paling penting. Studio seharusnya berpikir sejuta kali bila hendak merilis film dalam format online. Pihak asosiasi bioskop NATO menyayangkan Sony merilis The Interview duluan lewat online. Sebab, yang mereka minta rilisnya ditunda hingga situasi kondusif.
Sebelum Sony memutuskan mengedarkan The Interview secara online, para analis box office memperkirakan filmnya bakal meraih USD 20 juta-25 juta bila edar di lebih dari 2000 bioskop saat pekan pertama rilis. Sebab, tingkat rasa penasaran orang pada film itu lebih dari 90 persen.
Jika sudah begitu, Sony seharusnya bisa dapat uang lebih banyak dari The Interview. Sayang, keputusan sudah dibuat. Untuk The Interview, pundi-pundi Sony tak bertambah. Malah rugi. (Ade)