Liputan6.com, Prancis - Prancis akan merekrut 2.680 personel intelijen tambahan menyusul penembakan-penembakan oleh orang-orang berhaluan ekstrem di Paris dua pekan lalu, kata pejabat.
"Tambahan personel intelijen itu adalah bagian dari serangkaian kebijakan keamanan baru," kata Perdana Menteri Manuel Valls melalui keterangan yang dikeluarkan Istana Elysee, Paris, seperti dikutip dari BBC, Rabu (21/1/2015).
Dalam keterangan tersebut, disebutkan sebanyak 2.680 personel akan direkrut dalam tempo 3 tahun mendatang guna menyelidiki ekstremisme.
Sejauh ini, jela Valls, setidaknya 1.300 orang di Prancis dicurigai terlibat dengan kelompok-kelompok jihad yang pergerakannyaharus terus dipantau.
"Satu hal sudah jelas: jumlah orang yang diradikalisasi yang mungkin melancarkan serangan di Prancis meningkat," kata Valls.
"Menteri dalam negeri dalam pertemuan kabinet mengatakan sekitar 1.300, baik warga negara Prancis atau warga asing, perlu dimonitor karena mereka terlibat dalam jaringan jihad yang berkaitan dengan konflik di Suriah dan Irak," tambah Valls.
Menurut Valls, pemerintah akan mengalokasikan dana hampir US$500 juta untuk memperkuat kemampuan mengatasi terorisme.
Pemerintah Paris juga mengatakan 4 orang telah dikenai dakwaan terkait dengan serangan-serangan yang menewaskan 17 orang dan 3 pelaku. Dakwaan dikenakan setelah Selasa 20 Januari 2015 waktu setempat saat keempat tersangka dihadirkan di pengadilan.
Advertisement
Sebelumnya Paris diguncang aksi teror yang diawali dengan penyerangan kantor Charlie Hebdo di Paris hingga mengakibatkan 12 orang tewas, termasuk sang Pemimpin Redaksi Stephane Charbonnier. Beberapa hari kemudian, seorang polisi wanita, Clarissa Jean-Philippe tewas ditembak.
Insiden terakhir terjadi di supermarket Yahudi (kosher) di Paris. Seorang pria melakukan penyanderaan terhadap sejumlah orang. Akibatnya 4 orang tewas. Total korban jiwa akibat rangkaian aksi teror itu mencapai 17 orang.
Sementara itu, kakak-beradik yang menjadi tersangka penyerangan di Charlie Hebdo, Cherif dan Said Kouachi tewas dalam penyerbuan polisi. Penyandera di supermarket, Amedy Caulibaly juga meregang nyawa saat diserbu aparat.
Usai rangkaian kejadian tersebut, Charlie Hebdo menerbitkan kembali cover Nabi Muhammad -- meski dengan nada sopan. Pemuatan itu menuai kecaman dari sejumlah pihak, termasuk dari Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu dan juga pemerintah Iran. (Tnt/Riz)
Baca Juga