Kurang Minum Bisa Bikin Anak Derita Kegemukan

Obesitas (kegemukan) pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan dampak yang signifikan bagi kesehatan fisik, jiwa dan sosial anak.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 22 Jan 2015, 17:00 WIB
hati-hati, makanan cepat saji tidak hanya membuat seorang anak berisiko gemuk, melainkan juga membuat mereka jadi lemot

Liputan6.com, Jakarta Obesitas (kegemukan) pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan dampak yang signifikan bagi kesehatan fisik, jiwa dan sosial anak. Maka itu, faktor asupan energi termasuk cairan atau minum sangat dibutuhkan anak-anak.

Seperti disampaikan spesialis anak daru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RS Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Sudung O. Pardede, Sp.A (K) bahwa anak-anak dan remaja saat ini gemar sekali mengonsumsi minuman berkalori. Padahal, minuman tersebut dapat menyebabkan obesitas yang membahayakan jantung dan penyakit kronis lainnya.

"Pada anak, jumlah kalori yang masuk harus lebih besar ketimbang yang keluar. Ini karena anak masih tumbuh dan aktivitasnya banyak. Masalahnya, dalam minuman yang disukai anak sudah banyak kandungan kalori, katakanlah susu, jus, dan minuman manis lainnya. Sehingga ketika dia mengonsumsi makanan berkalori, kebutuhan kalorinya jadi berlebih dan akhirnya gemuk," kata Sudung saat talkshow kesehatan di Hotel Le Meridien, Rabu (21/1/2015).

Di kesempatan yang sama, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Hardinsyah, MS mengatakan bahwa asupan air seimbang dapat meningkatkan metabolisme lemak di dalam tubuh. Jadi ketika minum, kita juga akan merasa lebih kenyang, dan akan terhindar dari makanan yang berlebihan.

"Seorang anak sangat membutuhkan asupan gizi seimbang selama masa pertumbuhannya. Karena tidak sedikit, kasus obesitas pada anak berlanjut hingga anak dewasa. Oleh karena itu, perlu membiasakan anak minum air putih sebelum makan utama untuk mencegah obesitas," jelasnya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, prevalensi nasional anak usia 5-12 tahun yang obesitas adalah 8,8 persen. Sedangkan remaja usia 13-15 tahun sebesar 2,5 persen. Dan pada usia 16-18 tahun sebanyak 16 persen. Angka ini juga dikaitkan dengan tingginya risiko penyakit seperti jantung, hipertensi, resistensi insulin, diabetes tipe 2, sindrom metabolik, perlemakan hati, hingga kanker.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya