Sikap Resmi KPK Terkait Penangkapan Bambang Widjojanto

KPK memperotes keras atas penangkanapan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri kepada wakil pimpinan KPK Bambang Widjojanto.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 23 Jan 2015, 16:48 WIB
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mendatangi Mabes Polri di Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (23/1/2015).(Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Menyikapi penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto oleh Bareskirm Polri pagi tadi di kawasan Depok, Jawa Barat, lembaga anti rasuah ini menyampaikan pernyataan sikapnya.

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja menyampaikan 4 poin dalam pernyataan sikap tersebut. Pertama KPK memprotes keras penangkapan pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

"KPK memperotes keras atas penangkapan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri kepada wakil pimpinan KPK Bambang Widjojanto," ujar Pandu di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1/2015).

Kedua, kata Pandu, jika penangkapan Bambang Widjojanto ini dikaitkan dengan penanganan kasus yang sedang ditangani KPK, maka ini jelas ada upaya kriminalisasi.

"Ketiga, secara kelembagaan antara KPK dan Polri tidak ada perselisihan, karena itu kami harapkan kepolisian jangan sampai ada upaya lain," ujar Pandu.

Keempat, lanjut Pandu, KPK mengajak masyarakat agar bersatu padu melawan korupsi dan pihak-pihak yang menghalangi upaya pemberantasan korupsi.

Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri karena diduga memberikan atau menyuruh memberikan keterangan palsu di depan persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010, terkait sengketa Pilkada 2010 di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Bambang Widjojanto yang masih menggunakan baju koko dan kain sarung itu ditangkap di jalan raya di kawasan Depok, Jawa Barat, setelah mengantar anak sekolah pada Jumat 23 Januari 2015 pagi tadi, sekitar pukul 07.30 WIB.

Saat ini, Bambang Widjojanto masih menjalani proses pemeriksaan di Bareskrim Polri. Salah satu pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu dijerat dengan Pasal 242 Juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atas dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana 7 tahun penjara. (Rmn/Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya