Bambang Widjojanto, Bertahan atau Mundur?

Bambang Widjojanto menuturkan, penerapan Pasal 242 KUHP oleh Polri adalah pembunuhan karakter.

oleh Andi Muttya KetengLuqman RimadiMoch Harun SyahPutu Merta Surya Putra diperbarui 25 Jan 2015, 00:08 WIB
Bambang Widjojanto

Liputan6.com, Jakarta - Suara azan subuh berkumandang saat Bambang Widjojanto kembali ke rumahnya Cilodong, Depok, Jawa Barat Sabtu dini hari. Polri menangguhkan penahanan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu setelah ditangkap dan dijadikan tersangka.

Siangnya, mengenakan baju koko di kediamannya Bambang Widjojanto menceritakan penangkapan pada Jumat 23 Januari 2015 dan penetapannya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas dugaan menyuruh seseorang untuk memberikan keterangan palsu di persidangan di Mahkamah Konstitusi dalam sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada 2010.

Bambang menuturkan, penerapan Pasal 242 KUHP oleh Polri adalah pembunuhan karakter. Sebab, bagaimana mungkin sebuah proses persidangan hakimnya tidak pernah menyatakan sumpah palsu, kemudian ada pihak lain yang menyatakan keterangan di persidangan palsu.

"Itu logic-nya begitu. Jadi, pernyataan yang menyesatkan seperti ini yang dibangun secara sistematis, itu memang tambah satu lagi, character assassination (pembunuhan karakter) menurut saya, sebagai pimpinan KPK dan semakin kuat proses penghancurannya," ujar Bambang.

Bambang menilai, kasusnya ini seperti tindak pidana ringan (tipiring) yang bisa diselesaikan dalam waktu 1-2 hari. Padahal, ada kasus yang dilaporkan mengenai keterangan palsu dan hampir 10 tahun belum berjalan.

Dia mengatakan, kasusnya itu mengandung muatan politis dan tidak berdiri sendiri. Status tersangka terhadapnya tidak terlepas dari penetapan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Bambang menyatakan sedang mempertimbangkan pengunduran dirinya di KPK. Menurut dia, itu sebagai bentuk konsistensi dalam penegakan hukum.

"Saya ingin sebagai penegak hukum itu konsisten. Saya harus tunduk di bawah konstitusi, undang-undang, moral hukum, dan etika hukum," kata Bambang dalam jumpa pers di rumahnya di Depok, Jawa Barat, Sabtu 24 Januari 2015.

Bambang menjelaskan, dalam UU KPK, pimpinan KPK yang jadi tersangka akan diberhentikan melalui keputusan presiden (keppres).

"Sehingga saya pertimbangkan untuk mengajukan pemberhentian kepada pimpinan KPK. Biar pimpinan KPK mempertimbangkan itu dan mengajukan kepada presiden," ucap Bambang.

Tunggu Keppres Pemberhentian

Salah satu tokoh yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK, Todung Mulya Lubis mengatakan seharusnya Bambang Widjojanto menunggu keputusan presiden atau keppres dari Presiden Joko Widodo.

"Saya kira formalnya tunggu keputusan presiden. Memang teknisnya (mengharuskan) nonaktif karena posisinya. Tapi, sebelum ada keppres itu, BW masih bisa bertugas," ujar Todung di Gedung KPK.

Todung pun mencontohkan dengan posisi Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) yang masih berstatus tersangka belum mengundurkan diri.

"Budi Gunawan juga jadi tersangka dan masih menjalankan fungsinya. Nah itu juga perlu dikritisi," tutur advokat senior tersebut.

Ketua KPK Abraham Samad juga mengatakan, walaupun tersangka, Bambang Widjojanto tetap pimpinan KPK. "BW tetap pimpinan KPK‎," kata Abraham.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjelaskan, di dalam Pasal 32 ayat 2 dan ayat 3 UU KPK, pimpinan KPK dapat diberhentikan ‎sementara jika menjadi tersangka. Pemberhentian sementara itu harus melalui keppres.

"Dilihat UU KPK Pasal 32 ayat 2 memang dikatakan di sana, diberhentikan sementara. Ayat 3, penghentian itu ditetapkan oleh Presiden," ‎ujar Denny.

Mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengatakan, status tersangka Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri tidak mengganggu kerja pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi akan berjalan seperti biasanya.

Ia mengatakan, yang membuat KPK ditempatkan pada posisi tertinggi pemberantasan korupsi adalah kehebatan seluruh penyidiknya. Tidak terfokus kepada siapa pimpinannya.

Penegasan Polri

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie menegaskan penangkapan Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri bukanlah rekayasa politis. Tetapi murni berdasarkan hukum yang berlaku. Hanya saja, memang diakuinya penangkapan tersebut bertepatan dengan kisruh penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.

"Pelaksana penyidikan ini betul-betul murni penegakan hukum. Penyidik melihat laporan ini bukan rekayasa menyerang seseorang. Tapi sesuai fakta. Timing-nya yang memang bersamaan," kata Sompie dalam diskusi politik di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu.

Rony mengatakan, jika memang terbukti ada pelanggaran prosedur penangkapan yang dilakukan Polri, bisa digugat dalam praperadilan. Polri siap memberikan bukti rekaman penangkapan Bambang.

"Mekanismenya tentu kita sama-sama mengawasinya melalui rekaman. Penyidik bilang merekam seluruh proses penangkapan itu. Dari situ kita lihat apakah itu proporsional, atau tidak beretika atau melanggar. Itu bisa digugat di praperadilan apabila ada penyimpangan," ucap Ronny.

Batu Karang Jokowi

Presiden Joko Widodo memanggil Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo dan 4 menteri yang terkait dengan bidang politik ke Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat hari ini.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, pemanggilan tersebut untuk membahas mengenai sinergi penegakan hukum. Serta membahas mengenai hubungan antara KPK dan Polri pascapenetapan Bambang Widjojanto sebagai tersangka oleh penyidik Mabes Polri.

Selain itu, Andi mengatakan, kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri juga turut menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut. Menurut Andi, sebagai kepala negara, Jokowi terus memantau perkembangan yang terjadi pascapenangkapan Bambang Widjojanto hingga akhirnya dibebaskan oleh penyidik Bareskrim, Sabtu dini hari tadi.

Mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menilai, Presiden Joko Widodo dinilai sudah berusaha menunjukkan kebijaksanaan dalam menjalankan pemerintahan, terkait konflik antara KPK dan Polri. Namun begitu, Jokowi harus menghadapi 4 'batu karang'.

"Tahu kesulitan Pak Jokowi? Pak Jokowi itu bergerak di antara 4 kepentingan. 4 kepentingan ini batu karang," kata Bibit usai diskusi politik di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu.

Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menilai, apa yang disampaikan Jokowi soal kisruh KPK dan Polri sudah sangat jelas dan tegas. Yaitu agar proses hukum terus berjalan, namun tetap sesuai dengan konstitusi.

"‎‎Itu sudah tegas sebagai kepala negara, jadi (media) jangan berpihak pada salah satu lho ya, saya tidak suka lho yah. Pertanyaannya sudah menyudutkan ini," ujar Menteri Tedjo di Istana Kepresidenan.

Walau pidato tersebut disampaikan tidak lebih dari 3 menit, menurut Tedjo, perkataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi suatu langkah dan upaya kepala negara mencairkan suasana panas yang terjadi antara KPK dan Polri.

Tedjo juga mengatakan, Presiden Jokowi mengatakan akan memediasi KPK dan Polri demi menyelamatkan kedua institusi penegak hukum itu.  

Usai Bambang, Adnan Kini Jadi Sasaran

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri. Adnan diduga memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik sebuah perusahaan swasta.

"Tadi kami melaporkan (Adnan Pandu) ke Kabareskrim. Berdasarkan laporan polisi nomor LP/90/I/2015 Bareskrim, saudara Adnan Pandu Praja dilaporkan melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik dan turut serta melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP jo Pasal 55 KUHP," ujar pelapor Mukhlis Ramlan yang juga kuasa saham PT Teluk Sulaiman di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Sabtu (24/1/2015).

Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP menyatakan laporan itu jangan memiliki tujuan tertentu. Karena saat ini masyarakat sudah kritis dalam melihat sebuah kasus.

"Laporan itu jangan berupa tujuan tertentu yang tidak terkait dengan perkara itu, ada maksud-maksud tertentu," kata Johan. "Persepsi publik tidak bisa dibantah ya, karena ini kan sangat berdekatan dengan Pak Bambang Widjojanto ditangkap sekarang Pak Adnan. Mungkin nanti akan Pak Zulkarnain," tutur dia. (Mvi/Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya