Nenek asal Inggris Depresi Jelang Eksekusi Mati di Indonesia

Lindsay Sandiford sebelumnya mengajukan grasi ke pemerintah Indonesia, namun kemudian ditolak.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 26 Jan 2015, 19:44 WIB
Lindsay Sandiford (Gazetlive.co.uk)

Liputan6.com, Denpasar - Seorang nenek asal Inggris, Lindsay Sandiford kemungkinan besar menjadi terpidana mati selanjutnya yang bakal dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Mengetahui dirinya akan dieksekusi, wanita 58 tahun itu dikabarkan depresi.

"Kadang dia bicara soal kematian, kadang dia juga berharap bisa bebas dari eksekusi, kadang juga ia tampak putus asa," ujar petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan Bali, tempat Sandiford mendekam, seperti dimuat International Business Times, Senin (26/1/2015).

Sandiford juga dikabarkan telah menerima surat untuk ia tanda tangani langsung terkait hukuman mati terhadapnya, baru-baru ini. Dari surat itu, perempuan tersebut mengaku bakal dieksekusi dalam waktu dekat.

"Jika saya menandatangani surat itu, berarti sama saja saya menandatangani surat kematian saya sendiri. Apa perlu aku balas, silakan saja tembak saya," ujar perempuan itu.

"Surat itu menggunakan bahasa Indonesia. Saya tidak tahu apa yang tertulis dalam surat itu karena berbahasa Indonesia," imbuh dia.

Sandiford sebelumnya mengajukan grasi ke pemerintah Indonesia, namun kemudian ditolak. Dia bahkan meminta pemerintah Inggris sebesar Rp 707 juta untuk mengajukan grasi yang kedua kalinya.

Entah benar-benar putus asa atau tidak, perempuan yang lahir di Yorkshire, Inggris itu kabarnya saat ini menolak mendapat pendampingan dari pengacara lagi. Ia akan menghadapinya  seorang diri.

Sandiford ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali pada Mei 2012 karena membawa 4,8 kilogram kokain di lapisan dalam kopernya. Dia kemudian dijatuhi hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada 22 Januari 2013 setelah dinyatakan bersalah memasukkan 4,7 kilogram kokain ke Bali.

Setelah mengeksekusi 6 terpidana kasus narkoba pada 18 Januari lalu, Kejaksaan Agung mengaku akan tetap melakukan hukuman mati tersebut. Bahkan, saat ini Kejagung telah menyiapkan 60 orang yang bakal dieksekusi mati. Namun belum diketahui kapan pelaksanaan eksekusi tersebut bakal dilakukan. "Kita masih punya stok 60 orang yang akan dieksekusi mati," ujar Prasetyo, 20 Januari. (Riz/Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya