MK Putuskan Larangan Pembuatan Lambang Negara Konstitusional

Mahkamah Kontitusi (MK) menyatakan, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

oleh Oscar Ferri diperbarui 28 Jan 2015, 20:04 WIB
Ancaman Perang Membayangi Ukraina - 4 Calon Hakim MK Ikuti Uji Kelayakan dan Kepatutan - Pemilik Panti Asuhan Samuel Jalani Pemeriksaan - Ratusan Buruh Kembali Berdemo - Sebuah Helikopter Mendarat Darurat di Kabupaten Siak, Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. UU tersebut, khususnya Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b, dipermasalahkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan 2 orang warga negara Indonesia.

"Menyatakan menolak permohonan ‎para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Mahkamah menimbang, bahwa ketentuan dalam Pasal 57 huruf c UU 24/2009 memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut. Ketentuan mengenai ancaman pidana merupakan wewenang aparat penegak hukum dengan tujuan mencegah tindakan pihak tertentu yang akan menyalahgunakan lambang negara yang dapat merusak harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Kemudian ketentuan dalam Pasal 69 huruf b tidak dapat dilepaskan dari kehendak untuk melindungi lambang negara sebagai identitas negara dari kerancuan yang justru dapat merugikan warga negara Indonesia. Sehingga ketentuan dalam Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b tidak melanggar kontitusi karena merupakan kewenangan negara untuk melindungi identitas negara dari potensi yang merugikan warga negara Indonesia dan Bangsa Indonesia itu sendiri.

Menurut Mahkamah, bahwa dalam permohonannya, para Pemohon hanya mempermasalahkan dikenainya sanksi pidana atau denda bagi 'setiap orang yang membuat lambang untuk perseorangan‎' yang 'menyerupai lambang negara', dan tidak mempersoalkan norma pidana itu sendiri.

Dengan demikian, menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 57 huruf c yang menjadi unsur objektif dari ketentuan pidana Pasal 69 huruf b tidak bertentangan dengan konstitusi.‎ Frasa 'membuat lambang untuk perseorangan' dan frasa 'menyerupai lambang negara' juga tidak bertentangan dengan konstitusi. Dengan demikian permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

FHKH dan 2 warga negara Indonesia menilai, Pasal 57 huruf c dan huruf d yang dalam penerapannya dapat berpotensi terjadi kriminalisasi kepada warga negara. Pada Pasal 57 huruf c dinyatakan, "Setiap orang dilarang...membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi, dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara".

Sementara pengaturan sanksi terhadap Pasal 57 huruf c diatur dalam Pasal 69 huruf b yang menyatakan, "dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau ‎denda paling banyak Rp 100 juta".

Persoalan yang timbul menurut para Pemohon adalah frasa 'membuat lambang untuk perseorangan' dan frasa 'menyerupai lambang negara'. Frasa-frasa itu dinilai masih mengancam kebebasan warga negara untuk dapat mengekspresikan kecintaannya terhadap nilai budaya dan kebanggaannya terhadap‎ negara ini.

Artinya jika ada seorang warga negara yang membuat lambang untuk perseorangan yang menyerupai lambang negara, maka diancam pidana penjara 1 tahun atau denda Rp 100‎ juta. Sementara dalam penjelasannya tidak ada penjelasan lebih rinci terhadap frasa kata menyerupai lambang negara. (Mvi/Riz)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya