Liputan6.com, Riyadh - Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi belakangan ini dapat menjadi malapetaka bagi para eksportir minyak khususnya para produsen yang mata uangnya masih rentan terhadap dolar AS. Para pakar khawatir, menguatnya nilai tukar dolar AS dapat memicu kebangkrutan di Rusia, Brasil dan beberapa negara berkembang lainnya.
Mengutip laman Gulf Times, Minggu (1/2/2015), ada ketakutan jatuhnya nilai tukar dolar AS dapat mengganggu sistem finansial dunia dalam jangka panjang. Para ekonom juga khawatir, menguatnya dolar AS dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara berkembang, terlebih jika Bank Sentral AS (Yhe Fed) menaikkan suku bunganya tahun ini.
Selain itu, kenaikkan dolar AS saat harga minyak turun dapat berdampak serius pada ekonomi Jerman dan beberapa negara Eropa lain yang bergantung pada ekspor.
Dolar AS tercatat terus menguat terhadap sebagian mata uang lain di dunia, dan telah menyentuh level tertingginya sejak 2006. Dalam konteks ini, Director of Research and Monetary Policy di Bank Sentral Qatar, Khalid al-Khater menjelaskan, jika harga minyak tetap rendah dalam jangka menengah dan The Fed menaikkan suku bunganya, itu akan berpengaruh pada perekonomian negara-negara di Timur Tengah.
"Tapi itu tergantung pada laju proses moneternya, seberapa cepat dan kuat mereka akan bertahan pada situasi serupa," ujarnya.
Dolar AS yang mendominasi saat ini secara jelas memiliki potensi untuk menggoyahkan pertumbuhan ekonomi global.
Harga minyak jenis Brent telah anjlok lebih dari 50 persen sejak Juni 2014 ke level di bawah US$ 50 per barel. Itu merupakan kabar buruk bagi negara eksportir minyak yang sebagian besar pendapatannya berasal dari sektor tersebut.
Laporan terbaru menunjukkan, bahwa negara-negara berkembang dan perusahaan swasta telah menanggung utang hingga lebih dari US$ 10 triliun. Perkembangan utang paling tinggi terjadi di sejumlah negara berkembang.
Utang ini juga yang akan menjadi risiko besar. Sebagian besar utang tersebut justru membengkak dalam bentuk dolar AS, bukan real Brasil atau ruble Rusia.
Basel International Settlements (BIS), telah mengingatkan bahwa penguatan dolar AS bisa menyebabkan divergensi kebijakan moneter yang berdampak negatif pada ekonomi dunia.
Chief Currency Strategist di Morgan Stanley , Hans Redeker mencatat bahwa uang yang dipinjam negara berkembang seringkali digunakan untuk investasi domestik, jadi neraca keuangan banyak perusahaan pasti cenderung terkena dampak negatif.
Redeker juga menyampaikan kekhawatirannya akan krisis di berbagai negara berkembang. Kini dolar AS tengah berada di level tertingginya. (Sis/Gdn)
Penguatan Dolar AS Bisa Bikin Negara Lain Bangkrut
Para ekonom khawatir, penguatan dolar AS dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara berkembang.
diperbarui 01 Feb 2015, 18:10 WIB(Foto: foxnews)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Kado Natal Istimewa dari Kemendagri: Bima Serahkan Dokumen Kependudukan Lengkap untuk Bayi Lahir 25 Desember
H-1 Libur Nataru, Lalu Lintas Meningkat di Gerbang Tol Trans Jawa
Dapat Tawaran Boyong Christopher Nkunku dari Chelsea, Barcelona Mau Tampung?
Kiprah Berau Coal Ikut Terlibat Bantu Korban Bencana Alam di Sukabumi
Ratusan Penumpang Tertahan di Kuala Tungkal Akibat Kapal Rusak, KPLP Tanjung Uban Kerahkan KN Sarotama
Kronologi Kecelakaan Beruntun di Jalur Wisata Pantai Mutun Lampung
Benarkah Uang Suami Sepenuhnya Milik Istri? Begini Pandangan Islam
Pertunjukan Wayang Kulit Ki Anom Dwijo Kangko Sukses Meriahkan HUT ke-129 BRI
Wapres Gibran Sapa Jemaat Natal di GBI Solo, Sampaikan Pesan soal Toleransi
Adu Bucin Song Joong Ki versus Hyun Bin, Keluarga Jadi Prioritas Pertama
100 Kata-Kata Cinta Bulshit Bahasa Inggris dan Artinya, Ungkapan Penuh Sindiran
Detik-Detik Kakek 80 Tahun Meninggal dalam KM Gregorius