Liputan6.com, Jakarta - Sektor saham konstruksi paling tertekan di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak positif pada penutupan perdagangan saham Rabu 4 Februari 2015. Pembahasan penyertaan modal negara (PMN) untuk sejumlah BUMN di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempengaruhi gerak sektor saham konstruksi.
Berdasarkan data RTI, sektor saham konstruksi turun 0,93 persen. Saham-saham konstruksi yang masuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turun tajam pada penutupan perdagangan saham hari ini.
Advertisement
Saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) paling merosot di antara saham-saham konstruksi lainnya. Saham ADHI turun 10,26 persen ke level Rp 3.410 per saham. Harga saham ADHI berada di level tertinggi Rp 3.870 dan terendah Rp 3.400. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 13.214 kali dengan nilai transaksi harian saham Rp 427,6 miliar.
Lalu saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) melemah 4,19 persen ke level Rp 3.655 per saham. Harga saham WIKA berada di level tertinggi Rp 3.895 dan terendah Rp 3.610 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 5.578 kali dengan nilai transaksi Rp 227,3 miliar.
Saham PTPP Tbk (PTPP) tergelincir 4,13 persen ke level Rp 3.950 per saham. Harga saham PTPP sentuh level tertinggi Rp 4.245 dan terendah Rp 3.900 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 7.479 kali dengan nilai transaksi harian saham sekitar Rp 157 miliar.
Sementara itu, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) turun 3,28 persen ke level Rp 1.770 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 9.407 kali dengan nilai transaksi harian saham Rp 292,4 miliar.
Di antara saham konstruksi, hanya saham PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) yang mencatatkan penguatan. Saham NRCA naik 4,73 persen ke level Rp 1.440 per saham. Total frekuensi saham 1.265 kali dengan nilai transaksi Rp 32,1 miliar.
Harga Saham Konstruksi Tertekan, Ini Kata Analis
Harga Saham Konstruksi Tertekan, Ini Kata Analis
Kepala Riset PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo menuturkan, gerak harga saham konstruksi ini masih tergantung dari proses negosiasi antara pemerintah dan DPR untuk mengucurkan modal ke sejumlah BUMN.
Menurut Satrio, BUMN tak hanya mengandalkan pertumbuhan organik tetapi juga anorganik. Untuk menggenjot pertumbuhan itu diperlukan pendanaan terutama menggarap proyek pemeirntah.
"Perusahaan konstruksi membutuhkan modal untuk membangun proyek pemerintah," ujar Satrio saat dihubungi Liputan6.com.
Sementara itu, Analis PT Woori Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada menilai, emiten konstruksi akan mendapat banyak limpahan proyek pembangunan dari pemerintah memang positif.
Namun, jika harapan peningkatan tersebut dilakukan melalui skema rights issue apalagi jika nilai harga rights issue tersebut jauh di bawah harga pasar akan membuat harga sahamnya tertekan. "Sentimen itu yang membuat harga saham Adhi Karya anjlok," kata Reza.
Saat ini pembahasan hasil penyertaan modal negara (PMN) atas usulan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp 48,01 triliun dilakukan di badan anggaran DPR. (Ahm/)
Advertisement