Pengusaha Pelayaran Tolak Rencana Revisi Aturan Pajak Final

Sejumlah saham emiten pelayaran turun drastis setelah isu mengenai perubahan aturan pajak final menjadi pajak non-final dirilis.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Feb 2015, 10:14 WIB
Kapal angkut di Pelabuhan Merak

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha pelayaran nasional menolak rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan merevisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416 Tahun 1996. Rencananya, Kemenkeu akan mengubah pajak final yang saat ini sebesar 1,2 persen bagi perusahaan pelayaran menjadi pajak non final yang nilainya bisa lebih tinggi.

Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto mengatakan, kebijakan tersebut membuat iklim usaha di bidang pelayaran semakin memburuk. Bahkan, revisi aturan tersebut dapat menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di sektor pelayaran.

"Baru akan direvisi saja kepercayaan investor sudah turun, apalagi jika benar-benar direvisi," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Dia menjelaskan, salah satu indikator kepercayaan yang menurun yaitu anjloknya kinerja emiten sektor pelayaran di Bursa Efek Indonesia pada akhir pekan lalu. Sejumlah saham emiten pelayaran turun drastis setelah isu mengenai perubahan aturan pajak final menjadi pajak non-final dirilis.

Saham-saham perusahaan pelayaran unggulan seperti PT Soechi Lines Tbk, PT Wintermar Offshore Marine Tbk, PT Logindo Samudramakmur Tbk dan PT Arpeni Prtama Ocean Line Tbk turun antara 4,4 persen hingga 11,4 persen.

"Para analis menilai penurunan itu sebagai respon atas rencana kebijakan perubahan pajak final oleh Kemenkeu tersebut," lanjut dia.

Carmelita menilai, kepercayaan investor nasional maupun asing untk berinvestasi di bidang pelayaran sebenarnya baru pada tahap pemulihan. Periode itu terjadi selama 5 tahun hingga 10 tahun terakhir, tetapi pemerintahan saat ini justru dinilai akan merusak iklim investasi yang mulai kondusif dengan mengubah pajak final menjadi pajak non-final.

Oleh sebab itu, Carmelita menyatakan bahwa pelaku usaha pelayaran mendesak Kemenkeu untuk membatalkan rencana tersebut. Sedangkan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dari sektor pelayaran, Kemenkeu dapat melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap sub-sektor yang selama ini minim kontribusi bagi pajak, salah satunya dengan memperbesar pajak dari sektor angkutan ekspor bagi pelayaran asing.

"Potensi pajak dari sektor angkutan ekspor Indonesia bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun. Maka seharusnya dari sisi angkutan ekspor ini yang kejar oleh pemerintah, bukan malah membuat kebijakan yang menyebabkan kepercayaan investor turun dan akan mengancam program poros maritim," tandasnya. (Dny/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya