Liputan6.com, Jakarta - Langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memberikan gaji fantastis ke pegawai negeri sipil (PNS) di Ibukota menuai protes dari kalangan buruh.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesai (KSPI) Said Iqbal menilai langkah yang diambil Ahok sebagai tindakan yang diskriminatif dan tidak adil.
"Ahok adalah gubernurnya rakyat DKI bukan PNS, maksudnya setiap kebijakan yang dikeluarkan beliau harus mempertimbangkan aspek masyarakat DKI yang bukan hanya PNS, tapi pegawai swasta termasuk buruh," kata Said saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (5/2/2015).
Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta, lanjut Said, tidak hanya disumbang dari produktivitas PNS tapi juga pegawai swasta. Keduanya, menyumbang tingkat produktivitas yang sama.
Jika Ahok memutuskan memberikan gaji fantastis ke PNS DKI atas dasar meningkatkan produktivitas, maka hal ini bisa menimbulkan kecemburuan dari para pegawai swasata termasuk kaum buruh.
"Ini kontraproduktif misalnya buruh, karyawan swasta, karyawan bank, dia akan mengatakan buat apa saya kerja serius kalau gaji masih lebih rendah dari PNS yang kinerjanya masih buruk," terang dia.
Kecemburuan ini mungkin muncul karena yang menetapkan upah minimum provinsi di DKI Jakarta adalah Ahok. Dengarn demikian, tuntutan buruh soal kenaikan upah akan semakin gencar.
Advertisement
"Buruh akan minta gaji fantastis ke Ahok agar produktivitas kami juga naik. Sama dengan gaji PNS, kebijakan UMP kan juga di tangan Gubernur juga," ungkap Said.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan memberikan gaji yang fantastis kepada PNS yang disesuaikan oleh golongan dan jabatannya. Untuk staf biasa penghasilan kotor (take home pay) bisa mencapai Rp 9 juta per bulan dan kepala badan Rp 78 juta.
Ahok bahkan menyebut seorang lurah bisa menerima gaji Rp 33 juta. Ahok bilang, peningkatan gaji itu untuk menghapus honorarium senilai Rp 2,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2015. (Ndw)