Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengecam iklan yang menyerukan pemecatan terhadap pembantu rumah tangga asal Indonesia. Iklan kontroversial itu dibuat salah satu perusahaan Malaysia dan beredar baru-baru ini di negeri jiran itu. Menurut Yasonna, iklan itu merendahkan martabat bangsa.
"Kita harus melakukan protes keras, karena merendahkan martabat negeri. Kita sangat tersinggung," tegas Yasonna, di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (5/2/2015).
Yasonna paham iklan itu dibuat oleh perusahaan swasta RoboVac. Tapi kontroversi terjadi saat Presiden Jokowi hendak berkunjung ke negara tersebut, sehingga tidak etis. Ia meminta agar Pemerintah Malaysia menegur perusahaan tersebut.
"Parahnya kan pas mendekati presiden datang ke sana. Ini kan tidak patut. Karena ini dilakukan swasta, saya kira biarlah pemerintah di sana yang menegur. Kita melayangkan protes saja pada dia," ungkap Yasonna.
Politisi PDIP itu mengatakan, ini bukan pertama kalinya Indonesia disindir oleh Malaysia, bahkan sudah berulang-ulang. Yasonna menggaris bawahi, Malaysia tidak bisa menutup mata seberapa besar peran orang Indonesia memajukan ekonomi negeri jiran itu.
"Saya kira saudara kita yang bekerja di sana juga memberikan sumbangsih. Kalau saudara kita pergi, ekonomi mereka juga bisa kolaps kok. Banyak warga kita yang bekerja di sana. Kalau memang ada saudara kita jadi pembantu dan di sektor formal, perkebunan. Itu membantu mereka juga. Jadi saling menghargai dong. Kan negara tetangga," tandas Yasonna.
Protes juga telah disuarakan Wapres Jusuf Kalla. JK meminta agar iklan itu dicabut. "Harus tarik saja, harus minta maaf. Memang kita tidak bisa mengontrol, etikanya saja yang salah itu," kata JK, di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu 4 Februari 2015.
JK menjelaskan, iklan memang dibuat sebagus mungkin untuk menarik perhatian masyarakat. Tapi aspek etika tidak bisa diacuhkan. Pihak pemerintah sendiri akan meminta penjelasan lebih lanjut pada Malaysia.
"Itu kan iklan, berarti ingin menarik perhatian, komersial tapi tidak etis. Ya kita baru minta penjelasan lebih lanjut. Kita tidak bisa bertindak karena hanya iklan seperti itu saja," ungkap JK. (Sun/Mut)
Energi & Tambang