Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral wajib dilakukan agar aktivitas produksi dan ekspor konsentrat mineral di PT Freeport Indonesia (PTFI) bisa lebih transparan.
Menanggapi hal itu, VP Corporate Communications PTFI Daisy Primayanti menyatakan, perseroan berkomitmen untuk selalu memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dan selaras dengan kebijakan pemerintah.
Untuk itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu melibatkan peran serta pemerintah untuk mengawasi setiap detil tahapan pengiriman konsentrat dan memastikan proses pengiriman berjalan transparan.
Di Pelabuhan Amamapare, tempat di mana konsentrat yang dihasilkan oleh tambang PTFI akan dikirim ke smelter, salah satu proses yang dilakukan sebelum konsentrat dapat dikirimkan adalah pengambilan sampel konsentrat dan penimbangan konsentrat yang diawasi oleh empat pengawas ekspor konsentrat.
Mereka adalah Sucofindo yang bertugas mengambil sampel dan menguji kadar konsentrat ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan; Badan Metrologi Jayapura yang bertugas memberikan sertifikasi peralatan timbang; Bea Cukai Amamapare yang bertugas melakukan kegiatan administrasi dan mengawasi kegiatan ekspor; dan Syahbandar yang memberikan izin sandar kapal setelah melakukan pemeriksaan karantina, bea cukai dan imigrasi.
"Dengan demikian seluruh proses pengiriman konsentrat PTFI dapat dilaksanakan jika telah mendapatkan persetujuan dari para pengawas ekspor konsentrat tersebut," papar Daisy saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Sabtu.
Terkait pembangunan smelter di Tanah Air, PTFI juga memastikan komitmennya untuk merealisasikan proyek tersebut. Bahkan, perusahaan tambang asal AS tersebut telah mengalokasikan dana US$ 2,3 miliar atau setara Rp 29 triliun (kurs: Rp 12.616 per US$) untuk membangun smelter di Indonesia.
Advertisement
Selanjutnya...
Selanjutnya
Alokasi dana untuk smelter tersebut di luar rencana investasi US$ 15 miliar atau Rp 189,2 triliun untuk pengembangan tambang bawah tanah yang disiapkan hingga 2041. Hingga saat ini, investasi yg telah dikucurkan untuk proyek pengembangan tambang bawah tanah mencapai US$ 4 miliar atau Rp 50,46 triliun.
"Tentunya kami berharap bahwa kemitraan PTFI dengan Pemerintah dapat terus memberikan manfaat, bahkan nilai tambah, secara berkelanjutan kepada Pemerintah Indonesia, masyarakat Papua, serta seluruh pekerja kami yang mayoritas adalah warga negara Indonesia, dan pemegang saham," kata Daisy.
Terkait tuntutan agar Freeport membangun smelter di Papua, Daisy menjelaskan, perseroan terus menjajaki peluang pembangunan smelter di Papua melalui kajian kelayakan (feasibility) yang komprehensif.
"Beberapa hari lalu, Presdir kami sudah bertemu dengan Asisten 1 Gubernur Papua, para Bupati serta perwakilan DPRP, dan mengajak untuk membentuk tim teknis bersama untuk kajian teknis," terang dia.
Di saat yang bersamaan, lanjut Daisy, sambil menunggu perencanaan dan persiapan sarana serta infrastruktur lainnya di Papua, PTFI mempersiapkan lokasi di Gresik, Jawa Timur. Perseroan telah menjalin kerjasama mengenai hal ini dengan BUMN termasuk Petrokimia Gresik. PTFI juga tetap berencana melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait pengolahan dan pemurnian di Papua.
"Hal tersebut tentunya merupakan bagian dari kontribusi kami dalam mendorong dan mempercepat pembangunan di Papua dengan fokus yang selaras dengan aspirasi nasional," papar dia.
Daisy menuturkan, perseroan akan segera melanjutkan tahap-tahap pengembangan lebih lanjut dari proyek smelter tembaga ini. Untuk saat ini, smelter akan dibangun di Gresik karena sudah ada infrastruktur pendukung yang diperlukan.
"PTFI mendukung kebijakan hilirisasi yang diusung oleh Pemerintah. PTFI terus menjajaki peluang untuk mengembangkan kegiatan hilirisasi di Papua," ungkapnya. (Ndw)
Advertisement