Baju Bekas Impor Hantam Industri Garmen RI

Selain berdampak buruk bagi kesehatan pemakainya, peredaran baju bekas di pasaran juga berimbas ke industri garmen lokal.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Feb 2015, 15:31 WIB
Untuk mendatangkan baju-baju tersebut paling tidak menghabiskan biaya Rp 3 juta per ball atau setara dengan 250 baju.

Liputan6.com, Jakarta- Selain memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan pemakainya, baju bekas yang dijual di pasaran juga membawa dampak negatif bagi dunia usaha di dalam negeri, khususnya industri skala kecil dan menengah di sektor garmen.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan semakin maraknya peredaran pakaian bekas di Indonesia membuat industri garmen lokal kesulitan untuk perkembang.

"Dari sisi ekonomi, IKM hanya tumbuh 8 persen, yang seharusnya 20 persen tumbuhnya tiap tahun. Sementara 12 persen pertumbuhan IKM tergerus oleh pakaian bekas," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Sabtu (7/2/2015).

Dia menjelaskan, minimnya pertumbuhan industri garmen lokal juga salah satunya disebabkan oleh pasar garmen yang direbut oleh baju bekas tersebut.

"Kenapa tidak tumbuh? karena memang pangsa pasarnya diambil alih oleh baju bekas," lanjutnya.

Selain itu, tidak tumbuhnya industri garmen ini membawa dampak yang lebih luas yaitu kurangnya penyerapan tenaga kerja. Menurut Ade, dalam satu IKM garmen saja setidaknya mampu menyerap 10 orang tenaga kerja.‬

‪"Kalau sampai 12 persen IKM tidak tumbuh berapa ribu IKM dan berapa ratus ribu tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaannya. Kita harus berpikir bahwa menggunakan barang Indonesia berarti kita mempekerjakan saudara kita, mempekerjakan adik kita, sepupu kita dan lainnya," tandasnya. (Dny/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya