Liputan6.com, Jakarta - Di tengah banjir Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat, 2 pria sedang mendorong sebuah gerobak, menembus derasnya arus banjir. Di atas gerobak, terlihat sebuah motor yang ditumpangi wanita paruh baya.
Setelah gerobak sampai di jembatan layang Grogol, wanita itu memberi uang kepada pria muda yang mendorong gerobak dari kayu tersebut.
Tak hanya satu, dua gerobak, namun puluhan. Saat musim penghujan tiba dan banjir menggenangi Ibukota Jakarta, profesi ojek gerobak bermunculan di titik-titik genangan.
Warga Tanjung Duren, Jakarta Barat yang menyewakan ojek gerobak salah satunya adalah Ari. Ia mengatakan sejak 2007, dirinya membantu warga menyeberangi jalan yang banjir dengan gerobak buatan sendiri.
"Saya buat buat gerobak sendiri. Kalau hari biasa saya sewain buat angkut barang bekas. Kalau banjir, ya sewain buat warga yang mau nyeberangin banjir," kata Ari di Jalan Letjen S Parman, Jakarta Barat, Senin (9/2/2015).
Ari yang sehari-hari bekerja sebagai penjual koran, mendadak beralih profesi sebagai ojek gerobak di kala banjir. Walau pun tak jarang terserang penyakit kulit seperti kutu air, tapi bagi dia profesi ojek gerobak adalah pekerjaan mulia dengan menolong warga yang kesulitan karena banjir.
Dengan tarif Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu sekali mengangkut, Ari bisa pulang ke rumah dengan mengantongi ratusan ribu rupiah.
"Kalau banjirnya lama seperti 2007, ya bisa sampai Rp 500 ribu pendapatan. Tapi itu dibagi dua sama teman. Kalau banjir sebentar ya Rp 100 ribu nyampe lah. Kalau hari ini baru ngangkut 7 kali, jadi baru Rp 200 ribu," ujar Ari.
Ari juga memiliki pengalaman menarik saat menjalankan profesi ojek gerobak. Saat itu gerobak dari kayunya pernah amblas saat ditumpangi orang, sehingga penumpangnya tercebur banjir. "Ya pernah saat ada yang sewa, gerobaknya jeblos. Karena kan kayunya lapuk. Saya kasih gratis aja akhirnya," pungkas Ari. (Rmn)
Advertisement