Liputan6.com, Jakarta - Ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) membawa ekonomi Indonesia bertumbuh sampai 7 persen dalam kurun waktu 5 tahun mendatang bukan hal mustahil. Syaratnya dengan menjaga konsumsi masyarakat, meningkatkan belanja pemerintah dan menumbuhkan sektor riil melalui investasi.
Hal ini dikatakan Pengamat Ekonomi Indef, Enny Sri Hartati dalam Diskusi RAPBN-P 2015 dengan DPD di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Selasa (10/2/2015). "Target Jokowi menumbuhkan ekonomi Indonesia 7 persen bukan sekadar woro-woro jika pemerintah bisa memaksimalkan extra effort. Tapi bukan sekadar membalikkan telapak tangan juga," tegas dia.
Pemerintah, sambung Enny, merasa kecewa dengan efektivitas belanja pemerintah yang hanya menyumbang kurang dari 9 persen di APBN-P 2014. Saat itu, anggaran belanja pemerintah sudah mencapai hampir Rp 2.000 triliun atau seperempat dari GDP Indonesia. Sementara penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini berasal dari konsumsi masyarakat sampai 50 persen.
"Kalau saja belanja pemerintah lebih produktif, maka kita bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Dan di tahun ini kita bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 5,7 persen dalam RAPBN-P 2015. Itu karena ekonomi kita otopilot," terangnya.
Dengan alokasi belanja pemerintah yang produktif, kata dia, investasi diperkirakan melesat hampir 40 persen dan menciptakan lapangan kerja. Namun investasi diarahkan merata ke seluruh Indonesia bukan fokus di Jawa saja. Dukungan investasi, lanjut Enny, sudah dilakukan dalam bentuk harmonisasi regulasi dan pelayanan lewat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
"Asal investasi yang tumbuh di sektor riil, maka akan menggerakkan sektor jasa ikut bertumbuh. Sehingga pertumbuhan ekonomi kita di 2016, 2017, 2018 dan 2019 bisa seperti China yang membangun sektor industri, tumbuh double digit," jelasnya.
Kata dia, ruang fiskal dalam RAPBN-P 2015 sampai ratusan triliun rupiah dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), penurunan harga minyak dunia, pekarangan rapat di hotel dan membatasi perjalanan dinas, dapat didorong untuk membangun infrastruktur dasar dan lainnya yang masuk dalam Anggaran Kementerian/Lembaga.
Contohnya Kementerian Pekerjaan Umum (PU), seperti pengurangan kesenjangan antar wilayah Rp 10 triliun, pembangunan infrastruktur konektivitas Rp 5,57 triliun dan pemenuhan kewajiban dasar Rp 9,11 trliun. Targetnya, Enny bilang, menurunkan rasio biaya logistik nasional terhadap PDB 23,6 persen, rata-rata dwelling time 5-6 haru, pertumbuhan PDB riil subsektor perdagangan besar dan eceran 6,7 persen, koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu kurang dari 9 persen, dan koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah 14,2 persen. (Fik/Gdn)
Ini Syarat Agar Jokowi Bisa Bawa Ekonomi RI Seperti China
Dengan alokasi belanja pemerintah yang produktif, investasi diperkirakan melesat hampir 40 persen dan menciptakan lapangan kerja.
diperbarui 10 Feb 2015, 14:20 WIBIlustrasi Pertumbuhan Ekonomi dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Farhan Ingin Puskesmas di Kota Bandung Beroperasi 24 Jam Layani Masyarakat
Dalam Dua Pekan, Polres Kepulauan Sitaro Panggil 8 Pejabat Terkait Pengelolaan Keuangan
Membaca Doa Qunut Subuh Bid’ah? Ini Pandangan Ustadz Adi Hidayat
Jokowi dan Kaesang Blusukan Pasar Klitikan Demi Paslon Respati - Astrid
Perbandingan 5 Pemain Termahal Timnas Indonesia dan Jepang, Timpang Seperti Peringkat FIFA
Klasemen Kualifikasi Piala Dunia 2026: Tergusur ke Dasar Grup C, Peluang Timnas Indonesia Tetap Terbuka
Timnas Indonesia vs Jepang, Garuda dan Samurai Biru Beda Jalan Menuju Piala Dunia 2026
Mengintip Kampung Wisata Giwangan, Transformasi dari Tempat Prostitusi
Drama Penangguhan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia oleh UI
OJK Terbitkan POJK Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion
Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026 Bahrain vs China: Gol Dianulir VAR, Dilmun Warriors Tumbang 0-1
Dekat dengan Ulama, Luthfi-Taj Yasin Disebut Sosok yang Paham Dunia Pesantren