Liputan6.com, Jakarta Setelah sempat kontroversi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara mengejutkan ternyata telah mengesahkan Rancangan Undang-undang Pertembakauan dalam sidang Paripurna pada Senin (9/2). Hal ini pun menuai kecaman dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Menurut Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, langkah yang dilakukan DPR ini gegabah dan merupakan kemunduran yang luar biasa besar dalam melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya dan dampak buruk rokok atau tembakau.
Advertisement
"Dengan memasukkan RUU Pertembakauan tersebut, artinya DPR telah menganulir beberapa pasal dalam UU Kesehatan yang mengatur mengenai pembatasan konsumsi rokok atau tembakau. Langkah ini bahkan akan merontokkan regulasi lain, seperti Peraturan Pemerintah, Perda, dan lainnya," tegas Tulus dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Selasa (10/2/2015).
Akibat hal tersebut, YLKI dan Komnas Pengendalian Tembakau mengecam dengan keras DPR. "DPR telah menggadaikan kesehatan dan masa depan anak-anak, remaja dan generasi muda untuk menjadi pecandu tembakau. RUU Pertembakauan adalah regulasi yang didesain oleh industri rokok besar untuk semakin mengukuhkan industri rokok dalam memproduksi dan memasarkan racun bagi anak-anak dan remaja Indonesia."
"Langkah DPR yang memasukkan RUU Pertembakauan pada Prolegnas 2015 ini bahkan menjadi skala prioritas. Ini adalah bencana yang sangat serius bagi masyarakat Indonesia ke depannya. Pecandu narkoba dan miras akan makin meluas, karena kecanduan rokok adalah pintu gerbang menuju narkoba. Kami menduga dg kuat ini adalah wujud RUU transaksional," ujar Tulus.
Sebelumnya, kecurigaan akan munculnya RUU Pertembakauan ini bukanlah isu baru. Bahkan hingga akhir pemerintahan SBY, Indonesia masih dibayangi dunia karena menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia yang belum menandatangani perjanjian internasional Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Di sisi lain, secara sepihak, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru mengajukan Rangkaian Undang-undang Pertembakauan dengan dalih FCTC mengancam petani tembakau.
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Dr. Kartono Mohammad mengungkap, ada banyak kejanggalan dalam RUU Pertembakauan. Salah satunya, dalam naskah RUU tersebut hanya satu pasal yang menyebut perlindungan kesehatan. Kemudian lebih banyak bicara tentang perlindungan industri rokok sementara sedikit tentang perlindungan petani tembakau.
Selain itu, lanjut Kartono, tidak ada alasan mendesak untuk membuat Undang-undang khusus tembakau. Karena jika memang ingin melindungi petani tembakau, pertanian tembakau di Indonesia hanya terdapat di 3 provinsi, itu pun tidak di seluruh kabupaten. Sehingga kontribusi tembakau terhadap ekonomi juga tidak besar.
"Kenapa perlu UU tembakau? Kenapa nggak bikin UU pertanian tentang padi atau kan sudah ada UU perlindungan petani dan UU tentang industri. Kelihatan sekali RUU ini didukung industri rokok karena isinya lebih banyak tentang rokok. Misalnya, dibolehkan iklan rokok, peringatan bergambar tidak diperlukan dan aturan tentang kebebasan impor tembakau yang sebenarnya sudah diatur dalam UU perdagangan," tukasnya. (Baca: DPR Tunda FCTC Demi Industri yang Ingin RUU Tembakau?)