Liputan6.com, Jakarta Dalam perencanaan pembangunan nasional, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki peranan yang strategis dalam memajukan bangsa, terutama dalam pengendalian penduduk dan program keluarga berencana.
Salah satu isu hangat terkait lembaga BKKBN ini adalah tuntutan untuk menjalankan UU Nomor 23 Tahun 2015 dan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri 120/253/SJ terkait pengelolaan tenaga Penyuluh Keluarga Berencana/Petugas Lapangan Keluarga Berencana disingkat PLKB.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Sub Direktorat Keluarga Berencana Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Naisonal (BAPPENAS), Ahmad Taufik mengatakan masalah keluarga berencana menjadi sesuatu hal yang wajib dikerjakan sesuai UU.
"KB itu wajib namun bukan pelayanan dasar (pasal 12) dalam kesehatan sehingga dimungkinkan membuat SPM (standar pelayanan minimal)," kata Ahmad Taufik dalam keterangannya kepada Liputan6.com.
Latar belakang terjadinya pengalihan pengelolaan PLKB dari daerah ke pusat akibat tidak adanya perhatian dari pemerintah daerah terhadap petugas lini lapangan KB (PLKB) mulai hal advokasi dan pemangku kepentingan.
"Karena tidak optimalnya advokasi kepada para pemangku kepentingan, terutama di tingkat daerah. Advokasi kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di pemerintahan daerah dan legislatif daerah telah dilakukan, namun hasilnya tidak berarti, seperti masih kurangnya komitmen pemerintah daerah terhadap KB baik dari kebijakan dan penganggaran, maupun kelembagaan," jelas Taufik.
Contoh lain yang disebut Taufik, seperti SPM atau NSPK yang disampaikan kepada Pemerintah dari dari BKKBN tidak dilaksanakan dengan baik.
"Rasio petugas KB di desa yang seharusnya ideal 1 desa yang dikelola oleh 1 sampai dengan 3 orang petugas tidak diupayakan, dan semakin menyusutnya jumlah petugas KB," tambah Taufik.
Selanjutnya....
Advertisement
Terbentur Anggaran
Terbentur Anggaran
Meskipun telah diupayakan untuk mengangkat PLKB agar berdayaguna melalui UU, namun selama ini terkendala peraturan perundangan yang ada dan sumberdaya yang dibutuhkan.
Pertama, pinsip desentralisasi, di mana KB bukan merupakan urusan pemerintah pusat. "Hanya ada 6 urusan yang sentralis, yaitu politik luar negeri, pertahanan, kemanan, fiskal dan moneter, agama, yustisi/psl 10 uu 23/2014)," ujar Taufik.
Kedua, masalah anggaran untuk para PLKB. "Jika jumlah PLKB sebanyak 20 ribu kalau rata-rata 10-20 juta maka dibutuhkan sekitar Rp 200 miliar Rp 400 miliar atau lebih," jelas Taufik.
Padahal menurutnya, anggaran pembangunan KB saat ini hanya sekitar sebesar Rp 3 triliyun, untuk pembangunan sekitar 75 persen, dan sekitar 25 persen untuk overhead (gaji dan operasional perawatan, serta dukungan manajemen).
Lebih lanjut Taufik mengatakan dalam kebutuhan pembangunan KB dengan sistem SJSN kesehatan memerlukan dana yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan PBI dan sarpras serta infrastrukturnya.
Selanjutnya...
Advertisement
Langkah Ke depan
Langkah Ke depan
Atas nama pribadi bukan mewakili lembaga BAPPENAS, Taufik kemudian menyarankan kebijakan untuk menghadapi permasalahan PLKB dengan membuat program jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka pendek pelaksanan secara operasional oleh BKKBN;
- Menyusun SPM dan NSPK dari BKKBN selaku lembaga pelaksana sektor kependudukan dan KB untuk dilaksanakan minimal oleh pemerintah daerah (utamanya tentang PLKB, baik rasio cakupan wilayah tugas maupun kualitas SDM);
- Menyusun peraturan pelaksanaan UU 23/2014 ttg urusan pemerintahan. Dijelaskan secara jelas dan komprehensif tentang pengelolaan dan pendayagunaan PLKB yang dimaksud;
- Terus menguatkan Advokasi kepada pemerintah daerah dengan membuat komitmennya sebagai realisasi hasil advokasi, yaitu tentang kejelasan Kebijakan, Penganggaran, dan kelembagaan di pemerintahan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Jangka panjangnya disesuaikan dengan rumusan dalam Arah Kebijakan RPJMN 2015-2019;
- Harmonisasi kebijakan dan peraturan perudangan terkait pembangunan Kependudukan dan Kelaurga Berencana (identifikasi, penyempurnaan dan harmonisasi peraturan yang disharmonis)
- Penguatan Kelembagaan (Institusi, Koordinasi, Ketenagaan, dan program)
- Penguatan Advokasi kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan (eksekutif dan legislatif)
- Penguatan KIE KB kepada masyarakat baik melalui media maupun tenaga (PLKB dan Bidan)
- Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata
- Penguatan Data dan Informasi
Dalam melaksanakan semua itu, menurut Taufik dibutuhkan peran dan tugas tenaga lini lapangan (PLKB) sebagai pelaksana di lini lapangan.
(Adv)