Liputan6.com, Manokwari - Polisi memberikan batasan waktu kepada Aiptu Labora Sitorus, terpidana rekening gendut Rp 1,5 triliun, untuk kembali ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sorong, Papua Barat, dalam satu pekan ke depan.
Sembari menunggu kesadaran Labora Sitorus kembali ke penjara, aparat penegak hukum juga terus memberikan langkah persuasif dalam upaya eksekusi damai. Salah satunya menggelar koordinasi dan komunikasi secara terus-menerus kepada para tokoh adat, agama, masyarakat dan kepala suku.
Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Paulus Waterpauw meminta agar Labora Sitorus tidak terlalu lama untuk bisa mengikuti proses eksekusi damai ini, salah satunya datang sendiri ke dalam penjara atau menyerahkan diri kepada penegak hukum.
Apalagi, imbuh Waterpauw, Labora Sitorus masih memiliki kesempatan dalam upaya hukum tersebut, yakni mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya. Dengan cara seperti itu, maka diharapkan situasi tetap kondusif dan tak akan terjadi pertumpahan darah.
"Saat ini, kita semua sangat paham bahwa di sekeliling LS (Labora Sitorus) di lokasi perusahaannya di Tampa Garam, ada masyarakat yang juga sebagai karyawannya yang sangat melindunginya. Informasi yang saya dapatkan, bahwa para karyawan itu akan melakukan reaksi balik kepada aparat penegak hukum jika ada eksekusi paksa terhadap LS," kata Waterpauw di Manokwari, Kamis (13/2/2015).
Menurut Waterpauw, pihak kepolisian tidak menginginkan ada masalah baru lagi dalam eksekusi tersebut. Sehingga kami meminta LS menyerahkan diri dan menjalankan petikan putusan Mahkamah Agung (MA) berkaitan kasasi yang sudah diputuskan,
Tindakan Persuasif
Polisi dan aparat penegak hukum tetap berupaya melakukan tindakan persuasif dalam eksekusi nantinya. Jika tidak, upaya paksa pun tetap akan dilakukan. Polisi juga memberikan peringatan kepada para pihak yang mencoba menggagalkan, menghambat dan menghalangi sebuah proses hukum, maka dapat dikenai tindakan pidana.
"Ini adalah sebuah proses hukum dan kami tidak pernah menginginkan ada efek lain dalam proses eksekusi. Semua proses ini tetap dilakukan sesuai dengan perkembangan dan situasi dari masyarakat setempat," imbuh Waterpauw.
Aparat penegak hukum juga membantah adanya anggapan bahwa Labora Sitorus belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung, sehingga ini yang menjadi salah satu sebab LS juga tak mau menyerahkan diri. Namun, menurut Waterpauw, LS pernah menolak petugas Lapas Sorong yang akan memberikan surat putusan MA itu.
"LS (Labora Sitorus) pernah menolak surat putusan MA yang akan diberikannya. Pihak lapas sampai mendatangi rumahnya dan LS tak mau menemuinya berita acara penolakan tersebut lengkap. Kami akan memberikan kesempatan kedua untuk petugas mengantarkan surat itu, jika LS tidak mau juga eksekusi tetap dilakukan," papar Waterpauw.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Herman Dasilva pun memberikan jaminan kepada Labora Sitorus bahwa akan tetap memberikan perlindungan hukum pasca-eksekusi yang dilakukannya nanti. Tentunya, langkah terdepan akan dipimpin oleh kejaksaan sebagai eksekutor yang di-back up langsung oleh Polda Papua Barat dan juga instansi terkait.
"Langkah persuasif tetap dilakukan dan tidak akan terlalu lama. Pengembangan 1-2 hari kedepan, eksekusi pasti akan kita lakukan," tandas Herman.
Kejaksaan setempat juga memberikan jaminan kepada karyawan Labora Sitorus yang diduga ketakutan, pasca-eksekusi LS dan kemudian dilakukan eksekusi barang sitaan, akan membuat seluruh karyawan tersebut tak dapat bekerja lagi.
"Wacana itu sebenarnya tidak benar. Para karyawan (Labora Sitorus) tetap bisa melakukan aktivitas pekerjaannya seperti biasa. Pemahaman seperti ini juga terus kami lakukan secara interns kepada para karyawan itu," pungkas Herman Dasilva. (Ans)
Advertisement