Garap Lahan Sendiri, Petani Bengkulu Malah Dipenjara

5 Tahun yang lalu, Yasman, Tahar, dan ratusan petani kelapa sawit di beberapa desa di Kabupaten Seluma, Bengkulu menggugat PTPN VII.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 15 Feb 2015, 04:31 WIB
(Liputan6.com/Yuliardi HP)

Liputan6.com, Bengkulu - Taharudin tertunduk lesu saat mengetahui sidang ditunda pekan depan. Padahal ia bersama rekannya, Yasman (32) seharian berada di ruang sel Pengadilan Negeri Tais, Seluma, Bengkulu, untuk mendengarkan tuntutan majelis hakim.

"Sidang ditunda pekan depan, sudah 4 bulan kami dipenjara di Lapas Malabero Kota Bengkulu, dan bersidang di Kabupaten Seluma, berjarak sekitar 56 kilometer, berhimpit dengan terdakwa lainnya di mobil tahanan," cerita pria berumur 65 tahun itu kepada Liputan6.com, Sabtu, Bengkulu (14/2/2015).

Taharudin dan Yasman merupakan buruh tani di kebun milik ayahnya, Tasir (60). Tasir memiliki kebun kelapa sawit seluas 1,1 hektar dan bersertifikat. Nasib mereka tiba-tiba berubah sejak 4 bulan yang lalu. Mereka tiba-tiba ditangkap polisi saat sedang memanen kelapa sawit.

"Tanah ayah saya dan kelapa sawit disebut polisi milik PTPN VII dan kami dituduh mencuri buah kelapa sawit milik BUMN itu," kenang Yasman sambil menggenggam jeruji penjara.

5 Tahun yang lalu, Yasman, Tahar, dan ratusan petani kelapa sawit di beberapa desa di Kabupaten Seluma, Bengkulu menggugat PTPN VII untuk mengembalikan tanah yang mereka anggap dicaplok perusahaan itu. Keduanya bersama puluhan petani lainnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan vonis 3 bulan 20 hari.

Menurut Taharudin, saat mereka dipenjara itulah PTPN VII melakukan penggusuran secara sepihak dengan menebang kelapa sawit milik petani, termasuk milik Tasir, ayah Yasman.

Pohon kelapa sawit mereka yang telah berbuah, digusur lalu ditanami sawit oleh PTPN VII. "Saat tanaman itu berbuah maka kami panen, lalu kami dipenjara."

Selama 4 bulan, mereka mengaku tak ada satu pun usaha dari pihak terkait untuk menyelesaikan konflik agraria yang kerap terjadi di Seluma.

"Pak Presiden, tanah kami bersertifikat, sawit kami ditebangi, lalu ditanami perusahaan, kami dipenjara, bagaimana ini? Untuk sewa pengacara kami tak mampu, tak ada uang, pasrah saja," ungkap Taharudin sambil berurai air mata.

Selama di penjara keluarga Yasman jatuh miskin. Warung manisan kecil sebagai penopang ekonomi keluarganya nyaris bangkrut, karena istrinya sibuk mengurus 2 anaknya dan mencari sumber kehidupan lain. Sementara istri Tahar sudah cukup tua dan sakit-sakitan tak ada yang merawat.

Kasus yang sama juga dialami Koko (27). Dia diadili oleh majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Tais, Seluma, Sunggul Simanjuntak. Koko dituding mencari kelapa sawit oleh PT Agriandalas. Padahal, tanah itu diklaim milik Koko sendiri.

"Kami tidak mendalami tumpang tindih lahannya, karena laporan yang masuk ke kami itu adalah pencurian kelapa sawit, maka tindak pidananya yang kami bedah," kata Sunggul seraya mengatakan konflik agraria antara petani dengan perusahaan sangat tinggi di Kabupaten Seluma.

Menurut Sunggul, para petani berharap Pemerintah Kabupaten Seluma mengukur ulang lahan yang diklaim beberapa perusahaan perkebunan di daerah itu. Karena mereka menduga ada luasan perusahaan yang melebihi dari Hak Guna Usaha (HGU).

Sunggul menilai, persoalan ini tak pernah diselesaikan hingga ke akarnya sehingga kasus seperti ini pasti terus terjadi. "Para petani kecil berharap pemerintah peka, tak mungkin kami berani mencuri kekayaan perusahaan yang bukan punya rakyat," pungkas Sunggul. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya