Liputan6.com, Jakarta - Aturan soal larangan penggunaan alat tangkap seperti cantrang dan jaring pukat atau trawl yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 dinilai banyak merugikan nelayan.
Pengamat Kelautan, Rokhmin Dahuri mengatakan, alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh nelayan-nelayan lokal skala menengah kecil.
Advertisement
"Sekarang 80 persen nelayan tradisional masih gunakan alat itu. Seperti alat tangkap pancing atau rawai, alat itu memang ramah lingkungan. Tapi karena ramah jadinya tidak efisien, hasil tangkapannya sedikit," ujar Rokhmin di Jakarta, seperti ditulis Selasa (17/2/2015).
Dia menjelaskan, jika dilihat dari dampak terhadap lingkungan, larangan alat tangkap ini memang baik. Namun dampak sosial terhadap nelayan yang patut disayangkan karena membuat banyak nelayan lokal menganggur.
"Memang secara lingkungan benar, tapi karena faktanya sebagian besar nelayan gunakan itu, nelayan jadi nganggur karena belum ada usaha lain," lanjut dia.
Menurut Rokhmin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti seharusnya bukan mengeluarkan aturan larangan alat tangkap tersebut, tetapi hanya berbentuk moratorium untuk memperbaiki sistem penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan.
"Harusnya bukan untuk pelarangan, tapi moratorium untuk jaring itu. Seharusnya dilakukan bertahap, nelayannya di-briefing dulu, dan diberikan solusi lain," kata Rokhmin. (Dny/Ahm)